Selasa, 12 April 2011

Fungi

FUNGI
1. Beberapa klasifikasi morfologi dari jamur adalah
a. Yeast (Khamir) :
• Bersifat uniseluler (bersel tunggal).
• Mempunyai diameter 3 - 15µm.
• Bereproduksi dengan bertunas.
• Secara mikroskopis : susunan sel berupa rantai tidak beraturan.
• Secara makroskopis : membentuk koloni seperti pasta.
b. Mould (Kapang) :
• Bersifat multiseluler (berserat ganda, dan membentuk benang-benang).
• Filamen : benang yang terdiri dari sel-sel yang tersusun satu sama lain).
• Secara individu filament tersusun menjadi hifa
• Secara kelompok, filament tersusun menjadi miselium.
• Hypha : merupakan elemen utama bentuk vegetatif selama pertumbuhan, selama pertumbuhan berlangsung akan menjadi miselium.
c. Dimorphic (mempunyai dua bentuk) :
• Merupakan gabungan dari pertumbuhan dari mould dan yeast dibawah kondisi normal yaitu temperatur, CO2, dan nutrisi.
• Merupakan thermal dimorphic yaitu grup fungi yang bersifat pathogen.
2. Apakah fungi bersifat fotosintetik? Bagaimanakah cara fungi memperoleh makanan?
• Fungi bersifat nonfotosintetik (saprofit atau parasit).
• Fungi memperoleh makanan dari udara,tanah,air,dan bahan organik yang membusuk atau sampah yang dalam proses digestinya ditunjang oleh enzim proteolitik, enzim lipolitik, dan enzim glikolitik spesifik.
3. Fungi diklasifikasikan menjadi beberapa kingdom. Fungi diklasifikasikan menjadi berapa phyla? Mushroom termasuk klasifikasi phyla apa?
• Jamur ada 4 phyla yaitu:
1. Zygomycetes
Cendawan anggota filum Zygomycota banyak yang mempunyai nilai ekonomi penting. Cendawan ini ada yang digunakan untuk produksi makanan, industri asam organik, dan bersifat parasitik pada tanaman. Zygomycota yang digunakan untuk produksi makanan dan umum kita kenal ialah Rhizopus oryzae atau kapang tempe. Ciri-ciri R. oryzae secara umum, antara lain ialah hifa tidak bersekat (senositik), hidup sebagai saprotrof, yaitu dengan menguraikan senyawa organik. Pembuatan tempe dilakukan secara aerobik. Reproduksi aseksual cendawan R. oryzae dilakukan dengan cara membentuk sporangium yang di dalamnya terdapat sporangiospora. Pada R. oryzae terdapat stolon, yaitu hifa yang terletak di antara dua kumpulan sporangiofor (tangkai sporangium). Reproduksi secara seksual dilakukan dengan fusi hifa (+) dan hifa (-) membentuk progamentangium. Progamentangium akan membentuk gametangium. Setelah terbentuk gamentangium, akan terjadi penyatuan plasma yang disebut plasmogami. Hasil peleburan plasma akan membentuk cigit yang kemudian tumbuh menjadi zigospora. Zigospora yang telah tumbuh akan melakukan penyatuan inti yang disebut kariogami dan akhirnya berkembang menjadi sporangium kecambah. Di dalamsporangium kecambah setelah meiosis akan terbentuk spora (+) dan spora (-) yang masing-masing akan tumbuh menjadi hifa (+) dan hifa (-).
2. Basidiomycetes
Cirri khusus dari jamur kingdom Basidiomycetes adalah mempunyai basidium yang berbentuk seperti gada, tidak bersekat, dan mempunyai 4 basidiospora di ujungnya. Pada jamur tertentu akan mempunyai hymenium atau lapisan-lapisan dalam badan buah. Basidiomycota hidup sebagai saprotrof, simbiotik antagonistik, dan simbiotik mutualistik pada tumbuhan. Basidiomycota umumnya membentuk tubuh buah makroskopis yang disebut basidiokarp. Di dalam basidiokarp terdapat basidium yang menyangga spora yang disebut basidiospora.Reproduksi seksual dimulai setelah terjadinya peleburan 2 miselium haploid atau 2 basidiospora yang serasi (n+n). Sel hifa haploid yang berinti 2 yang serasi disebut hifa haploid dikariotik. Hifa haploid dikariotik (n+n) terus tumbuh membentuk basidiokarp.
Beberapa sel yang terdapat pada bagian fertil dari basidiokarp berkembang membentuk basidium muda yang kemudian melakukan kariogami menghasilkan inti diploid (2n). Setiap inti diploid mengalami meiosis menghasilkan 4 inti haploid yang kemudian berkembang menjadi basidiospora yang dibentuk di ujung basidium. Setiapbasidium dewasa biasanya menyangga 4 basidiospora. Struktur yang menyangga basidiospora pada basidium disebut sterigma. Macam-macam jamur kingdom Basidiomycetes adalah Pleurotus sp.(jamur tiram), Cyantus sp., dan khamir Sporobolomyces sp.
3. Ascomycetes
Ciri jamur ini adalah mempunyai hifa bersepta, dan dapat membentuk konidiofor. Secara vegetatif dapat berkembang biak dengan potongan hifa, dan pada beberapa jenis dapat menghasilkan konidia secara aseksual. Fase konidi jamur ini juga disebut dengan fase imperfecti. Secara generatif dapat membentuk badan buah yang disebut dengan askokarp, yang di dalamnya terdapat kantung (askus) yang menghasilkan askospora. Askospora merupakan hasil kariogami dan meiosis. Contoh jamur dari kingdom Ascomycetes adalah dari genus Aspergillus dan Penicillium.
4. Deuteromycetes
Kelompok cendawan ini memiliki hifa bersekat dan melakukan reproduksi secara aseksual dengan konidium. Spora aseksual lainnya dapat berupa blastospora (spora yang dibentuk secara bertunas) atau artrospora (spora yang dibentuk dari bagian-bagian hifa). Adapun reproduksi secara seksualnya belum diketahui. Bila cendawan ini membentuk reproduksi seksual maka akan berubah mejadi filum Ascomycota jika membentuk askospora dan filum Basidiomycota jika membentuk basidiospora. Beberapa anggota cendawan ini ada yang membentuk tubuh buah yang berisi spora aseksual yang disebut piknidium.
Cendawan cendawan bermitospora banyak yang bermanfaat dan juga merugikan manusia. Cendawan ini banyak yang sudah digunakan untuk industri diantaranya ialah antibiotik, pangan, dan pupuk hayati. Contoh dari cendawan yang berperan dalam industri antibiotik dan pangan ialah Penicillium. Penicillium chrysogenum dan Penicillium notatum digunakan sebagai penghasil antibiotik penisilin. Antibiotik penisilin pertama kali ditemukan oleh Alexander Fleming. Penicillium roqueforti dan Penicillium camemberti sering digunakan dalam pembuatan keju.
Contoh lain cendawan bermitospora ialah Monilia sitophila. (cendawan oncom) yang memiliki konidia berwarna merah jingga. Cendawan ini digunakan untuk pembuatan oncom merah. Di daerah Bandung, oncom merupakan makanan yang sangat digemari. Monilia sitophila membentuk reproduksi seksual dengan askospora sehingga cendawan seksualnya masuk ke dalam filum Ascomycota. Kelompok cendawan bermitospora yang digunakan dalam industri ialah Aspegillus. Aspegillus niger digunakan untuk produksi asam sitrat atau pupuk hayati. Aspergillus wentii dapat dimanfaatkan dalam pembuatan kecap, sake, tauco, asam sitrat, dan asam oksalat. Anggota genus Aspergillus juga ada yang bersifat merugikan.
Aspegillus flavus menghasilkan mikotoksin yang disebut aflatoksin. Aspergillus fumigatus dapat menimbulkan penyakit paru-paru pada burung. Aspergillus sp dapat hidup pada makanan, pakaian, buku, dan kayu yang lembab. Cendawan bermitospora banyak yang menyebabkan penyakit pada tumbuhan diantaranya ialah Fusarium, Curvularia, dan Cladosporium.
• Mushroom termasuk jamur pada kingdom Basidiomycetes.
4. Apakah Hypha dan Mycelium termasuk multiseluler fungi?
Hypha: tabung-tabung kecil berisi sitoplasma dan nukleus. Dinding sel hifa umunya tersusun atas kitin. Beberapa jenis cendawan memiliki hifa dengan sekat-sekat melintang yang dinamakan septa. Hifa yang memiliki sekat dinamakan hifa bersekat atau bersepta. Adapun hifa yang tidak memiliki sekat dinamakan asepta atau senositik. Hifa senositik memiliki banyak inti.
Pada cendawan yang hidup sebagai parasit terdapat hifa yang mengalami modifikasi menjadi haustoria. Haustoria adalah hifa yang berfungsi sebagai organ penyerap makanan atau menempel pada inang. Selain menyerap makanan, hifa dapat berkembang membentuk struktur reproduksi.
• Mycelium: kumpulan dari beberapa hypha. Miselium vegetatif tumbuh pada permukaan atau di atas permukaan, milesium yang tumbuh diatas permukaan dapat ditemukan spora.
5. Apa tipe reproduksi dari fungi?
• Reproduksi secara aseksual, yaitu dengan pembelahan sel (fussion), penguncupan (budding), kombinasi fussion dan budding.
• Reproduksi secara seksual, yaitu dengan pembentukan spora aseksual, pembentukan spora sexual.
6. Apakah fruiting bodies yang paling penting dari fungi?
Struktur tubuh fungi terdiri dari kapsul (hanya terdapat pada beberapa fungi), dinding sel, membran sitoplasma, sitoplasma (terdiri dari endoplasma, mitokondria, vakuola), dan nukleus.
• Kapsul : tersusun atas polisakarida, berfungsi untuk antifagositik.
Contoh jamur berkapsul adalah Cryptococcus neoformans (yeast yang tak berkapsul).
• Dinding sel : bersifat antigenik, struktur lebih dari satu lapis yang mengandung polisakarida dan protein dan glikoprotein.
Fungsi : untuk menentukan bentuk, tekstur, kekuatandan perlindungan sel jamur terhadap efek shock osmotik. Jenis dan jumlah polisakarida bervariasi antara masing-masing spesies jamur.
• Membran Sitoplasma : terdiri dari lapis dalam dan lapis luar. Lapis dalam mengandung fosfolipida, lapis luar mengandung sterols, ergosterol, zymosterol.
Fungsi : melindungi sitoplasma, mengatur pergerakan keluar masuknya cairan sel, memfasilitasi sintesa kapsul dan dinding sel jamur.
• Sitoplasma : terdiri dari masa semi solid. Mengandung benda-benda sitoplasma yaitu badan golgi (sintesa sel), reticulo endoplasma, mitokondria dan ribosoma, vakuola (ekskresi granula persediaan makanan).
• Nukleus : nukleus terdiri dari membrane nukleus dan nukleolus.
Fungsi : berperan dalam pembiakan sel.
7. Apa ekologi paling penting dari jamur?
Jamur adalah dekomposer utama di sebagian besar permukaan bumi, oleh karena itu jamur mempunyai peran penting dalam siklus biogeokimia dan dalam banyak jaringan makanan.
8. Apakah kegunaan jamur pada pabrik?
• Kegunaan jamur dalam pabrik misalnya dalam bentuk ragi atau Saccharomyces cerevisiae yang digunakan untuk pembuatan roti dan produk dari gandum, misalnya untuk adonan pizza atau kue. Selain berguna dalam pembuatan kue, ragi juga berperan dalam minuman beralkohol melalui proses fermentasi.
• Aspergillus oryzae merupakan unsur penting dalam pembuatan bir Shoyu (asal Jepang) dan sake.
• Rhizopus merupakan ragi yang digunakan dalam pembuatan tempe.
• Untuk obat, jamur yang digunakan adalah Agaricus blazei, Ganoderma lucidum, Cordyceps sinensis. Menurut penelitian jamur jenis ini mampu menghambat virus dan sel-sel kanker.

9. Apa arti Lichens? Bagaimana peran jamur dalam interaksi jamur dan algae?
Lichens adalah organisme komposit yang terbentuk dari jamur yang berfotosintesa dengan alga, biasanya dengan alga hijau (Trebouxia) atau dengan Cyanobacterium. Lichens disebut juga dengan Lumut Kerak. Habitat liken sangat bervariasi dan dapat hidup pada daerah yang ekstrim. Liken dapat melekat pada batu atau tembok yang tidak dapat ditempati oleh makhluk hidup lain. Oleh karena itu liken disebut juga makhluk hidup pioner atau perintis. Liken membantu proses pembentukan tanah dengan cara menghancurkan batuan dengan unsur likenik. Perubahan cuaca, kelembaban dan pelepasan zat kimiawi oleh liken menyebabkan permukaan batuan melapuk yang kemudian dipakai sebagai media tumbuh untuk hidup tanaman dan hewan-hewan kecil. Liken yang bersimbiosis dengan sianobakteri dapat melkukan fiksasi nitrogen dari udara. Hal inimembantu siklus nitrogen yang ada di alam. Liken sangat sensitif terhadap beberapa jenis polutan yang berbahaya. Misalnya fluorid, logam berat, zat radioaktif, bahan kimia pertanian, dan pestisida. Dengan demikian liken tidak dapat hidup di lingkungan yang sudah tercemar. Sifat inilah yang membuat liken sering dipakai sebagai indikator pencemaran lingkungan. Liken yang hidup melekat pada batu-batuan diantaranya ialah Graphis sp sedangkan yang tumbuh melekat pada batang pohon ialah Usnea dasipoga. Usnea menghasilkan asam usnin yang dapat digunakan untuk mengobati penyakit TBC.
10. Apa arti dari Mycoriza? Bagaimana partisipasi Mycoriza dalam interaksi ekologi?
Mycoriza bersifat simbiosis mutualistik antara cendawan dengan akar tumbuhan. Dalam simbiosis mikoriza, cendawan mendapatkan unsur karbon dari tumbuhan, sedangkan tumbuhan mendapatkan air dan mineral dari cendawan, terutama fosfat. Hampir semua tumbuhan di dunia bersimbiosis membentuk mikoriza. Cendawan yang membentuk simbiosis mikoriza disebut cendawan mikoriza. Cendawan mikoriza termasuk ke dalam filum Zigomycota, Ascomycota, dan Basidiomycota. Berdasarkan tipe kolonisasinya, mikoriza dibedakan menjadi ektomikoriza dan endomikoriza.
Ektomikoriza.
Salah satu contoh ektomikoriza ialah simbosis mutualistik antara cendawan dengan akar pohon Pinus sp. Cendawan yang membentuk ektomikoriza ialah Ascomycota dan Basidiomycota. Kolonisasi cendawan terbentuk secara interseluler dan membentuk hifa pada permukaan luar akar inangnya yang disebut mantel. Hifa cendawan mengkolonisasi akar sampai korteks dan tidak menembus endodermis. Selain tumbuh di dalam akar hifa cendawan juga tumbuh di dalam tanah yang berfungsi untuk menyerap air dan zat hara terutama fosfat sehingga mikoriza berfungsi untuk memperluas bidang penyerapan akar.

Peningkatan pertumbuhan tanaman Pinus yang bersimbiosis dengan cendawan membentuk ektomikoriza.
Endomikoriza
Endomikoriza ialah mikoriza yang kolonisasi cendawannya terjadi secara intraseluler. Simbiosis mutualistik endomikoriza terbentuk antara cendawan dengan tanaman pertanian, perkebunan, tanaman dari hutan tanaman industri, dan tanaman hias. Anggrek, jagung, alpukat, melon, coklat, sengon, dan kunyit merupakan contoh tanaman yang bersimbiosis membentuk endomikoriza. Seperti halnya pada ektomikoriza, pada endomikoriza kolonisasi cendawan hanya sampai pada korteks. Cendawan mikoriza tidak mengkolonisasi endodermis akar seperti pada cendawan parasit. Cendawan yang membentuk endomikoriza termasuk ke dalam filum Zigomycota.
11. Apa penyakit hewan yang disebabkan oleh jamur?
1. Candidiasis
Dapat menyebabkan infeksi kutaneus, mucocutaneus, atau infeksi sistemik pada manusia dan hewan. Candidiasis disebabkan oleh Candida albicans, yang merupakan flora normal pada kulit manusia dan hewan, tapi bila jumlahnya berlebihan dapat bersifat pathogen.
2. Aspergillosis
Aspergillosis disebabkan oleh Aspergillus flavus, Aspergillus fumigatus, Aspergillus terreus, Aspergillus niger. Yang paling berbahaya dan menghasilkan toksin adalah Aspergilllus flavus. Aspergillosis dapat menyerang burung, sapi, domba, kuda, anjing, kucing, dan reptil. Pada burung, penyakit Aspergillosis dapat menyebabkan pneumonia yang tertular melalui pakan yang tercemar Aspergillosis flavus. Pada sapi, domba, dan kuda aspergillosis dapat menyebabkan abortus, pada anjing, kucing, dan reptile aspergillosis dapat menyebabkan infeksi pada saluran respirasi.
12. Apa itu Cyclosporin? Bagimana peran jamur pada substansi tersebut?
Cyclosporin adalah obat yang berasal dari jamur yang digunakan untuk menekan system kekebalan tubuh. Obat ini biasa diberikan kepada pasien yang selesai melakukan operasi transplantasi untuk membantu mencegah penolakan tubuh terhadap organ atau jaringan baru hasil transplantasi.
Cyclosproin pertama kali diekstraksi dari jamur inflatum Gams Tolypocladium pada tahun 1970. Cyclosporin juga disebut dengan nama nivea jamur Beauveria, Jean Borel dan ilmuwan lainnya yang bekerja di Sandoz (sekarang Novartis) di Basel, Swiss menemukan sifat imunosupresif dari siklosporin dalam contoh tanah dari Amerika Serikat dan Norwegia. Tidak seperti immunosupressants lainnya pada saat penemuannya, siklosporin selektif sel T ditekan. Bagian dari limfosit sel darah putih, sel T menciptakan reaksi kekebalan tubuh terhadap patogen tertentu. Siklosporin adalah peptida jamur, peptida adalah senyawa organik terdiri dari asam amino dan dihubungkan bersama melalui ikatan peptida secara kimia. Cyclopsorin adalah sebelas asam amino protein dan diproduksi oleh mikroorganisme di dalam jamur.
TERMINOLOGI
1. Arthrospora
Arthrospora adalah perkembangbiakan jamur secara asexual yaitu dengan terjadinya segmentasi pada ujung-ujung hifa kemudian sel-sel membulat, dan akhirnya lepas menjadi spora, misalnya terjadi pada Geotrichum sp.
2. Conidiofora
Conidiofora adalah perkembangbiakan pada jamur tingkat tinggi sehingga terbentuk spora.
3. Dimorfik
Dimorfik adalah jamur yang memiliki dua bentuk, yaitu bentuk Mould (kapang) dan bentuk Yaest (khamir). Jamur yang mempunyai bentuk dimorfik adalah Candida albicans dan Cryptococcus neoformans.

4. Geofilik
Geofilik adalah jamur yang hidup di tanah dan dapat menyebabkan penyakit ringworm pada hewan dan bersifat zoonosis ke manusia.
5. Hifa /Hyphae
Hifa adalah Hypha: tabung-tabung kecil berisi sitoplasma dan nukleus. Dinding sel hifa umunya tersusun atas kitin. Beberapa jenis cendawan memiliki hifa dengan sekat-sekat melintang yang dinamakan septa. Hifa yang memiliki sekat dinamakan hifa bersekat atau bersepta. Adapun hifa yang tidak memiliki sekat dinamakan asepta atau senositik. Hifa senositik memiliki banyak inti.
6. Miselium
Miselium adalah kumpulan dari beberapa hifa. Miselium vegetatif tumbuh pada permukaan atau di atas permukaan, milesium yang tumbuh diatas permukaan dapat ditemukan spora.
7. Septa
Septa adalah sekat-sekat yang terdapat pada hifa. Hifa yang memiliki sekat dinamakan hifa bersekat atau bersepta. Adapun hifa yang tidak memiliki sekat dinamakan asepta atau senositik. Hifa senositik memiliki banyak inti.
8. Ringworm
Ringworm adalah suatu penyakit kulit yang bersifat superficial, meliputi lapis-lapis keratin kulit dan apediksnya (rambut, kuku, dan sayap), yang disebabkan oleh golongan jamur. Ada dua jenis jamur penting penyebab ringworm yaitu Microsporum dan Trichophyton spp.

9. Pseudohifa
Pseudohifa adalah Fungi dengan bentuk khamir atau fungi seperti ragi dapat tumbuh melalui perpanjangan selnya sehingga menyurapai hifa. Perbedaannya adalah perlekatan antara sel tidak kuat, sehingga disebut pseudohifa. Intinya pseudohifa adalah perpanjangan sel yang menyerupai hifa atau hifa semu.
10. Sporangium
Sporangium adalah kotak spora berbentuk kapsul pada jamur dan lumut. Sporangium berfungsi sebagai tempat untuk pembentukan spora, dan merupakan hasil dari pertumbuhan zigot dimana pada bagian tengah sporangium terdapat kolumela, yaitu bagian yang bersifat steril.

Diktat Virologi==> Epidemiologi Infeksius Virus

BAB II
EPIDEMIOLOGI INFEKSI VIRUS

Epidemiologi adalah kajian mengenai penentu (determinan), dinamika dan penyebaran penyakit pada populasi. Resiko infeksi penyakit pada seekor hewan atau pada populasi hewan ditentukan oleh :
1. Sifat virus, misalnya keragaman antigenik
2. Inang dan populasi inang, misalnya kekebalan bawaan dan kekebalan perolehan.
3. Lingkungan dan ekologi.

Epidemiologi dapat dipandang sebagai bagian dari biologi lingkungan yang berusaha menggabungkan berbagai faktor itu menjadi satu kesatuan.

Kajian epidemiologi juga efektif untuk :
1. memastikan peran virus dalam etiologi penyakit
2. memahami interaksi virus dengan penentu lingkungan dari penyakit
3. menentukan faktor yang mempengaruhi kerentanan inang
4. memahami cara penularan virus
5. pengukuran skala besar dari vaksin dan obat.





2.1 Penggunaan Data dalam Epidemiologi

Tingkat Kejadian
Kejadian adalah ukuran dari frekuensi dalam suatu waktu. Misalnya tingkat kejadian bulanan atau tahunan dan sangat penting artinya untuk penyakit akut dalam waktu singkat.

Untuk infeksi akut, ada tiga parameter dalam menentukan tingkat kejadian infeksi:
1. Proporsi hewan yang rentan
2. Proporsi hewan rentan yang terinfeksi
3. Persentase hewan terinfeksi yang menjadi sakit

Proporsi hewan pada populasi yang rentan terhadap virus tertentu menunjukan riwayat pendedahan terdahulu terhadap virus dan jangka waktu imunitas. Proporsi hewan rentan yang terinfeksi selama setahun atau satu musim dapat sangat beragam, ditentukan oleh faktor seperti jumlah dan kerapatan, infeksi arbovirus dan populasi vektor. Dari jumlah hewan yang terinfeksi, hanya beberapa yang mudah diketahui .

Tingkat Kejadian = jumlah kasus x 10n
__________________ pada periode tertentu
Populasi yang riskan

Keterangan : 10n = 1000, 100.000, 1000.000, dst nya.


Prevalensi
Adalah gambaran kilat dari frekuensi suatu penyakit, yang berlaku pada suatu saat tertentu. Ini merupakan fungsi dari kejadian dan jangka waktu penyakit. Seroprevalensi berkaitan dengan proporsi hewan dalam populasi yang mempunyai antibodi terhadap virus tertentu. Karena antibodi penetral seringkali tetap ada sampai beberapa tahun, maka tingkat seroprevalensi dapat menunjukkan pengalaman kumulatif terpapar virus.

Tingkat Prevalensi = Jumlah kasus x 10n
___________________ pada saat tertentu
Populasi yang riskan

Tingkat Kematian
Kematian karena penyakit dapat dikatagorikan dalam dua bentuk :
1. Angka kematian spesifik-penyebab.
Jumlah kematian karena penyakit pada tahun tertentu, dibagi dengan keseluruhan populasi pada pertengahan tahun. Biasanya dinyatakan per 100.000.
2. Angka fatalitas-kasus.
Persentase hewan penderita penyakit tertentu yang mati karena penyakit itu sendiri.

2.2 Sumber Data
Sumber data dipengaruhi oleh :umur, jenis kelamin, genetik, status imun, gizi, dan berbagai parameter prilaku. Yang paling luas berpengaruh adalah umur, yang mana dapat mengacaukan status imunologi dan berbagai peubah fisiologi. Pengupulan data yang cermat tetang terjadinya penyakit adalah cukup sulit. Bahkan data untuk denominator, yaitu populasi keseluruhan seringkali tidak tersedia. Yang ada hanya informasi mengenai jumlah kasus.

2.3 Istilah – Istilah dalam Epidemiologi

Endemik
Pada hewan dipakai istilah enzootik, yaitu suatu penularan penyakit yang mengakibatkan terjadinya penyakit secara berkesinambungan pada populasi disuatu daerah terbatas selama periode waktu tertentu.

Epidemik
Pada hewan dipakai istilah epizootik, yaitu puncak dari kejadian penyakit yang melampaui batas endemik atau tingkat penyakit yang diperkirakan.

Besarnya puncak yang diperlukan untuk membentuk epizootik hanya berdasarkan perkiraan saja dan dikaitkan dengan latar belakang tingkat enzootik, seperti angka morbiditas (angka kesakitan) dan pengetahuan bahwa penyakit timbul karena tingkat keganasannya. Sebagai contoh penyakit Newcastle tipe velogenik pada unggas dapat dianggap sebagai enzootik, sedangkan sejumlah kecil kasus bronkitis menular tidak dianggap sebagai enzootik.

Pandemik
Pada hewan dipakai istilah panzootik, yaitu epizootik yang terjadi diseluruh dunia. Seperti panzootik parvovirus anjing yang terjadi diseluruh dunia diawal tahun 1980-an.

Masa Inkubasi
Adalah jangka waktu antara infeksi dgn mulai terjadinya gejala klinis penyakit. Pada banyak penyakit, sperti influenza unggas, masa inkubasi sangat singkat, kurang lebih hanya sehari akan muncul gejala klinis. Hewan yang terinfeksi akan mengeluarkan virus dan tetap menular dalam jangka waktu tertentu. Periode kemenularan (infektifitas), tergantung pada macam penyakitnya.
Infektifitas biasanya singkat pada penyakit akut dan sangat lama pada infeksi kronis. Sebagai contoh pada infeksi lentivirus seperti infeksi virus imunodefisiensi kucing, masa inkubasinya berlangsung sampai tahunan, tetapi hewan yang terinfeksi bersifat menular jauh sebelum munculnya gejala penyakit. Pada infeksi yang demikian, tingkat penularanya munkin rendah, tapi karena masa menularnya sedemikian lama, virus dengan mudah dipertahankan dalam populasi.

2.4 Tipe Penyidikan Epidemiologi

Penyidikan atas penyebab
Metode epidemiologi digunakan untuk menentukan kejadian dan prevalensi penyakit menular, hubunga antara penyebab dan pengaruh dan evaluasi atas faktor resiko penyakit yang meliputi kajian seksi – silang , kajian pengendalian kasus dan kajian prospektif (kohort).

Kajian seksi-silang
Dapat dilakukan dengan cepat dan menyajikan data tentang prevalensi penyakit tertentu pada populasi.

Kajian pengendalian kasus
Penyidikan dimulai setelah penyakit berjangkit dan diupayakan untuk mengidentifikasi penyebabnya. Jadi ini adalah kajian retrospektif. Keuntungan dari kajian retrospektif ini adalah dapat dimanfaatkannya data yang ada dan biaya pelaksanaanya murah.

Kajian prospektif
Penyidikan dimulai dengan adanya perkiraan penyebab penyakit dan populasi yang terpapar oleh virus. Penyebab yang diperkirakan itu dipantau untuk adanya bukti penyakit.

Tipe kajian ini memerlukan pembuatan data baru dan pemilihan kelompok kontrol yang semirip mungkin dengan kelompok terpapar, kecuali tidak ada kontak dengan virus penyebab yang diperkirakan itu.

Kajian prospektif, tidak menghasilkan analisis yang cepat, karena hasil harus diikuti sampai penyakit dapat diamati , seringkali dalam jangka waktu lama sehingga menyebabkan kajian ini mahal. Namun, bila kajian prospektif berhasil dengan baik, pembuktian hubungan penyebab dan pengaruhnya tidak dapat dibantah.
Kajian epidemiologi lain yang digunakan untuk mengetahui manfat vaksin atau obat, disebut kajian sentinel.

Kajian sentinel
Dapat digunakan untuk mempelajari secara luas prevalensi dari infeksi arbovirus. Bila digunakan untuk mengevalasi vaksin atau obat, kajian jangka panjang itu mempunyai keuntunan yaitu menyangkut semua peubah yang berpengaruh pada sitem peternakan secara keseluruhan.

2.5 Infeksi Menetap
Pada infeksi virus akan terjadi penyebaran virus baik secara local maupun secara sistemik. Perkembangan dan penyebaran virus akan mengakibatkan pentakit akut dan berakhir dengan kematian atau kesembuhan dengan musnahnya virus dari dalam tubuh. Tetapi beberapa virus dapat bertahan sampai beberapa bulan bahkan beberapa tahun yang dapat menyebabkan penyakit dikemudian hari misalnya, penyakit distember anjing. Herpes virus bahkan dapat mengakibatkan infeksi yang bertahan seumur hidup inveksi ini disebut dengan infeksi menetap.
Infeksi menetap akan mengakibatkan :
1. Berfungsi sebagai karier sehingga memungkinkan virus tetap ada dalam populasi walaupun dengan intekvititas yang rendah.
2. Infeksi dapat aktif kembali menjadi penyakit akut
3. dapat mengakibatkan penyakit imunopatologi
4. Dapat mengakibatkan neoplasma

Infeksi menetap dapat dikelompokan menjadi 3 kategori :
1. Infeksi laten
2. Infeksi kronis
3. Infeksi lambat
1. Infeksi Laten
Suatu infeksi dimana virus menular tiadk dapat diamati kecuali apabila terjadi pengaktifan kembali. Infeksi Laten biasanya terjadi setelah kesembuahn hewan dari suatu penyakit namun virus masih bertahan dalam beberapa organ tubuhnya.
Contohnya :
- Pada penyakit Rhinotracheitis sapi
Virion dari virus berpndah ke ganglion otak atau sumsum tulang belakang. Gerakan virus secara berkala diaktifkan kemabali dan kemudian virus menular terbentuk dan berpindah sepanjang saraf sensoris sampai mencapai membran mukosa hidung atau kulit dengan disertai pengeluaran virus
- Herpes virus
- Pseudorabies

2. Infeksi Kronis
Suaru kejadian dimana virus menular selalu dapat diamati dan sering kali dikeluarkan walaupun penyakitnya sendiri tidak dapat diamati.
Contoh penyakit virus yang bersifat kronis :
- Penyakit mulut dan kuku
- Demam babi Afrika
- Ensepalitis anjing setelah diserang distemper
- Virus korela babi

3. Infeksi Lambat
Adalah suatu infeksi virus menular yang secara berangsur-angsur meningkat selama fase praklinis yang sangat panjang dan pada akhirnya mengakibatkan penyakit yang mematikan.
Contoh :
- Infeksi lenti virus
- Ensepalopan virus spongioporm sub akut
















BAB VII
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN PENYAKIT VIRUS

Pengobatan pada ternak yang terinfeksi virus tidak memberikan hasil yang efektif. Pemberian antibiotika termasuk dosis tinggi juga tidak memberikan hasil yang baik, maka tindakan pencegahan menjadi prioritas utama. Pencegahan penyakit virus yang efektif pada hewan adalah melalui vaksinasi.

7.1 Vaksinasi
Adalah tindakan memasukkan bibit penyakit atau antigen yang sudah dilemahkan atau dimatikan virulensinya kedalam tubuh dengan tujuan menggertak tubuh agar secara aktif
membentuk zat kebal.

Vaksin
Adalah sediaan yang mengandung antigen (virus, bakteri dan protozoa), baik merupakan kuman mati ataupun hidup, yang dilumpuhkan virulensinya tanpa merusak potensi antigennya, dengan maksud untuk menimbulkan kekebalan aktif yang spesifik terhadap kuman atau toxinnya.

Ada dua jenis vaksin yang dikenal yaitu vaksin aktif dan vaksin inakif. Vaksin aktif yaitu vaksin yang mengandung virus hidup atau virus yang telah dilemahkan.Vaksin inaktif yaitu vaksin yang virusnya telah dimatikan.


VAKSIN AKTIF
• Mengandung virus hidup atau virus yang telah dilemahkan virulensinya
• Dibuat dengan pasase berulang-ulang pada telur ayam bertunas
• Setelah masuk kedalam tubuh, harus berkembangbiak dalam sel target, baru kemudian menggertak terbentuknya antibodi seperti halnya pada infeksi alam.
• Kekebalan yang terbentuk lebih cepat, tapi tidak bertahan lama, sehingga memerlukan vaksinasi ulangan.
• Umumnya berbentuk kering beku dan dapat diberikan secara massal melalui air minum,spray, tetes mata/tetes hidung/tetes mulut dan suntikkan

VAKSIN INAKTIF
• Mengandung virus mati yang telah dimatikan virulensinya
• Setelah masuk kedalam tubuh tidak perlu bereplikasi, tapi langsung menggertak terbentuknya antibodi.
• Di inaktifkan dengan penambahan Beta propiolakton (BPL), Asetil etilenimin (AEI) dan Etil etilenimin (EEI).
• Kekebalan yang terbentuk relatif lebih lama, tetapi kekebalan yang terbentuk bertahan lebih lama.
• Umumnya ditambahkan adjuvant, yaitu bahan tambahan yang mampu meningkatkan daya kerja mikroorganisme dalam vaksin dan juga berfungsi agar mikroorganisme dalam vaksin dilepaskan sedikit demi sedikit sehingga proses pembentukan antibodi lebih lama dan kekebalan yang terbentuk juga bertahan lebih lama.
• Biasanya berbentuk emulsi, dan diberikan melalui suntikan intramuskuler atau sub cutan.

Aplikasi Vaksin
1. Tetes mata / Tetes hidung
• Dilakukan pada unggas umur 1-4 hari
• Pelarut disediakan khusus bersama vaksin
• Dosis 1-2 tetes, intra oculer atau intra nasal
• Tidak mengandung maternal antibodi
• Menggertak kekebalan lokal (Ig A), pada saluran pernapasan atas.
• Kekebalan bertahan selama 3 minggu

2. Melalui Air Minum
• Air tidak boleh mengandung chlorine
• Ayam dipuasakan 2 – 3 jam
• Untuk memberikan hasil yang lebih baik, vaksin diberikan dalam 2 pase, dengan selang waktu 1- 2 jam.
• Diberikan pada ayam umur lebih dari 3 minggu, untuk ampul 1000 dosis, dilarutkan dengan 10-15 lt, sehingga tiap ekor mendapatkan 10 -15 ml.
• Untuk mencapai hasil yang lebih baik, perlu ditambahkan susu skim, dengan dosis 29 gram dalam 10 liter air.

3. Dengan Semprotan / Spray
• Gunakan automatic electric sprayer khusus
• Untuk kandang terbuka, dilakukan pagi hari (early morning), atau sesudah matahari terbenam (late evening)
• Dapat dilakukan pada unggas umur 1 hari keatas

4. Disuntikkan
• Dalam daging (intramuscular), dibawah kulit (sub cutan)
• Dosis sesuai dengan jumlah pelarut
• Dilakukan pada unggas umur 3 minggu keatas
• Pada hewan lain sesuai dengan, jenis hewan dan jenis vaksin

Catatan :
• Perlu diperhatikan sebelum dan sesudah vaksinasi dilakukan ” test Antibodi”
• Aplikasi diatas mempunyai keuntungan dan kerugian. Misalnya aplikasi melalui air minum dan spray, mempunyai keuntungan tidak usah menangkap ayam satu persatu, sehingga dapat menghindari cekaman/stress, tetapi kekurangannya dosis vaksin tidak merata untuk setiap individu.
• Sedangkan aplikasi melalui suntikan, dapat memberikan dosis vaksin dengan tepat, tetapi kekurangannya dapat menimbulkan cekaman sehingga mengganggu respon imun.

7.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Vaksinasi

1. Faktor vaksinnya
2. Faktor hewannya
3. Faktor Vaksinatornya



1. Faktor Vaksinnya
Untuk mengetahui mutu / kualitas vaksin perlu dilakukan uji vaksin seperti :
• Kevakuman
Kevakuman vial vaksin dapat diuji dengan electrotester coil dalam ruang gelap. Bila sinar ultra violet masuk kedalam vial, berarti vial vaksin vakum.
• Fisik
Dilakukan pemeriksaan warna, bau dan keutuhan vaksin yang dibeku keringkan (freese dried) serta daya larutnya dalam bahan pengencer.
• Sterilitas
Diuji dengan cara membiakkan vaksin yang telah diencerkan pada media blood agar dan Mc conkey agar dan setelah diinkubasikan 24 jam media diperiksa untuk mengetahui ada tidaknya koloni kuman kontaminan.
• Identifikasi
Vaksin ditumbuhkan pada telur ayam berembrio, kemudian cairan alantoisnya diuji dengan uji HA dan selanjutnya diidentifikasi dengan uji HI menggunakan antisera .
• Kandungan Virus (Virus Content)
Kandungan virus dalam vaksin, dapat diketahui dengan cara menentukan Embrio Infective Doses 50 % (EID50) pada telur ayam berembrio dengan metode Reed dan Muench.
• Keamanan (Safety)
Dengan mengamati keadaan ayam-ayam yang telah divaksin, terhadap timbulnya gejala-gejala klinis.
• Potensi
Dengan memeriksa serum darah hewan yang telah divaksin, dengan uji HI untuk mengetahui adanya titer antibodi.

1. Faktor Hewannya
• Maternal antibodi
Vaksinasi pada hewan yang masih memiliki kekebalan asal vaksinasi sebelumnya / kekebalan bawaan (maternal antibodi) yang masih tinggi, tidak akan memberikan kekebalan yang sempurna karena akan terjadi netralisasi vaksin.

• Kondisi kesehatan ayam
Vaksinasi pada hewan yang terinfeksi parasit berat, stress, malnutrisi, sakit atau dalam masa inkubasi penyakit, akan mengganggu respon imun.
Bahkan vaksinasi akan memicu terjadinya gejala klinis, yang memang sudah terserang penyakit.

• Ganguan pembentukan kekebalan
Pertama karena ternak secara genetis tidak mampu membentuk kekebalan. Ke dua ternak sebenarnya mampu membentuk kekebalan, tapi proses pembentukan kekebalan tertekan. Gangguan ini terjadi karena adanya faktor immunosupressant. Immunosupressant adalah semua hal yang dapat menekan kerja sistem pertahanan tubuh sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Faktor-faktor penyebab immunosupressant ;
-Penyakit infeksius
Sebagian besar penyebabnya adalah virus. Misalnya Gumboro, Marek, Limphoid leukosis, Reticuloendotheliosis, Inclusion Body Hepatitis. Disebabkan oleh bakteri; E. Coli dan Koksidiosis.

-Tidak infeksius
Bisa terjadi karena : tatalaksana pemeliharaan yang jelek, stress, racun jamur yang sering terdapat pada ransum yang lembab, antibiotika yang bekerja mengganggu sintesa protein bakteri.

2. Faktor Vaksinatornya
Vaksinator harus memiliki dasar-dasar ilmu kedokteran hewan. Khususnya ilmu imunologi. Vaksinasi tidak boleh dilakukan oleh sembarangan orang. Vaksinator yang tidak memiliki dasar ilmu kedokteran hewan akan merusak program vaksinasi.
Vaksinator harus memahami cara :
- memilih vaksin
- mengangkut vaksin
- mencampur/melarutkan vaksin
- aplikasi vaksin
- dosis vaksin
- monitoring hasil vaksinasi
- mengetahui gejala klinis penyakit
BAB VIII
KEMOTERAPI INFEKSI VIRUS

Secara teoritis bahan-bahan penghambat pertumbuhan virus dapat bekerja dengan berbagai cara yaitu : melalui penghambatan adsorbsi dan penetrasi virus kedalam sel, penghambatan proses biosintesis, atau penghambatan proses perakitan dan pematangan virus.

Pembiakan virus tergantung pada metabolisme sel induk semang, jadi obat penghambat infeksi virus harus dapat menghambat proses biosintesis virus tanpa merusak sel, misalnya dengan cara merusak enzim yang spesifik virus yang hanya dibutuhkan oleh virus untuk pembiakannya.

Selain interferon, terdapat sejumlah bahan kimia yang menghambat multiplikasi virus dan dapat digunakan mengobati infeksi virus antara lain :

1. Amantadine ( Adamantanamine).
Bahan ini menghambat multiflikasi virus, seperti virus Influenza dan Rubella dengan cara mengganggu proses pelepasan asam inti virus (uncoating). Bila diberikan pada awal infeksi dapat menghambat infeksi virus.

2. Cyclooctylamine hydrochloride
Bahan ini memiliki sifat yang mirip dengan amantadine hydrochloride dan karena itu juga menghambat pertumbuhan virus-virus ARN.

3. Isoquinolines
In vitro bahan ini menghambat enzim neuraminidase yang terdapat pada permukan Myxovirus dan bereaksi dengan amplop virus sehingga menghambat ”uncoating” dan pelepasan ARN dari partikel virus.

4. Iododeoxyuridine (IUDR)
Senyawa halogen pirimidin telah lama diketahui menghambat sintesis asam inti sel jaringan dan virus dengan cara menghambat masuknya basa thymine ke dalam serabut ADN atau mengganti thyme dalam serabut ADN sehingga terbentuk serabut ADN palsu yang tidak berfungsi. IUDR biasanya bekerja pada tingkat akhir replikasi virus karena itu ia dapat juga menghambat daya keja enzim DNA-dependent RNA polymerase dam pembentukan messeger RNA (m-RNA) dengan akibat terbentuknya enzim yang tidak sempurna dan protein kapsid yang tidak lengkap. Dalam gambaran mikroskop elektron dari sel terinfeksi virus Herpes yang telah diberikan IUDR, terlihat banyak partikel virus yang kosong ditengahnya menujukan kemungkinan kesalahan dalam proses perakitan komponen-komponen virus. Disayangkan bahwa IUDR tidak dapat dipakai dalam pengobatan penyakit viral secara sistematik karena sangat toksik.
IUDR hanya dapat digunakan secara lokal pada pengobatan penyakit mata yang disebabkan oleh infeksi virus Herpes. Kegunaan IUDR semakin berkurang setelah diketahui adanya virus Herpes dan Vaksinia yang risisten terhadap IUDR.

5. Methisazone
Bahan ini disebut juga ”marboran”, telah terbukti berhasil mencegah timbulnya gejala penyakit Cacar pada orang yang berhubungan atau kontak dengan orang penderita Penyakit Cacar (Small Pox). Akan tetapi pada orang yang telah menunjukan gejala penyakit, marboran tidak bermanfaat karena sudah terlalu banyak sel jaringan yang rusak.

6. Aranotin
Bahan ini diperoleh dari jamur Arachniotus aureus, dapat menghambat replikasi virus Polio invitro dan invivo dengan hanya sedikit efek toksik terhadap sel mamalia. Bahan yang sama yang diperoleh dari Aspergillus terrens, menghambat multiplikasi virus Coxsackie, Parainfluensa tipe 1,2 dan 3 serta sejumlah anggota genus Rhinovirus. In vivo bahan ini melindungi tikus terhadap infeksi yang mematikan oleh virus Coxsackie dan Influensa.
Aranotin , dan menghambat ARN yang dihasilkan virus yaitu RNA-dependent RNA polymerase tanpa mengganggu enzim DNA dependent RNA polymerase yang terdapat pada sel normal.

7. Adenine arabinose (Ara-A)
Dalam biakan jaringan Ara-A menghambat pertumbuhan virus Herpes Hominis pada pemberian secara local atau tropical, dan secara sistemik dapat menghambat Ensefalitis dan virus Vaccinia atau Herpes Hominis. Bahan ini tidak berfungsi terhadap virus ARN.

8. Arabinose Cytosine (Ara-C)
Disamping dapat menyembuhkan keratitis oleh Herpes Simplex pada orang, bahan ini dapat menghambat perkembangan tumor pada manusia, tikus dan mencit.


DAFTAR PUSTAKA

1. Butter M. (1987) Animal cell Tecnology : Principles and Products. Open University Press, U.K.

2. Durham PJK (1988) Veterinary Serology – A Short Introductory Course. Prepared for Canadian International Development Agency.

3. Hitchner SB, Domermuth, C.H, Purchase, H.G and Williams (1980) Isolation and Identification of Avian Pathogens. The American Association of Avian Pathologis.

4. Fenner FJ, Gibbs EPJ, Murphy FA, Root R, Studdert MJ and White DO, (1993). Veterinary Virology. Academic Press. California.

Histologi Sistem Pernafasan

A. SISTEM PERNAFASAN

I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Bumi tempat kita hidup diselubungi oleh suatu lapisan udara yang terdiri dari senyawa gas, antara lain nitrogen (N2), oksigen (O2), karbon dioksida (CO2), dan gas mulai.
Walaupun tidak menjadi gas yang paling banyak di udara, oksigen sangat penting bagi makhluk hidup. Sel-sel tubuh kita memerlukan oksigen untuk melakukan ‘pembakaran’. Makanan ‘dibakar’ agar menghasilkan energi. Energi tersebut diperlukan sel untuk menjalankan fungsinya. Karbon dioksida yang dihasilkan pada proses pembakaran ini bila terakumulasi dapat membahayakan tubuh, karenanya harus segera dikeluarkan dari tubuh. Proses dalam uraian di atas disebut respirasi sel.
Sistem pernapasan bertugas mengambil oksigen dari udara. Setelah sampai di paru-paru, oksigen dipindahkan ke darah dan diedarkan ke seluruh tubuh. Di dalam pembuluh darah, oksigen ditukar dengan karbon dioksida. Karbon dioksida sebagai hasil oksidasi respirasi sel ini kemudian dibawa ke paru-paru untuk dikeluarkan dari tubuh. Pertukaran O2 dan CO2 antara udara dengan tubuh makhluk hidup disebut respirasi.
Sistem pernapasan dan sistem sirkulasi bekerjasama dalam suatu sistem tertutup. Sistem sirkulasi terdiri dari dua sirkuit, yang satu bertugas mengedarkan darah ke seluruh tubuh (sirkuit mayora), sementara yang lain mengalirkan darah dari jantung ke paru-paru (sirkuit minor).
Organ pernapasan terdiri dari saluran yang dimulai dari hidung, lalu ke pharynx, larynx, bronchus, dan kemudian berakhir di alveolus pulmonal. Dinding gelembung alveolus yang elastis dan banyak mengandung kapiler darah memungkinkan terjadinya pertukaran O2 dan CO2 dengan efisiensi maksimum.


I.2 Rumusan Masalah
Hal-hal yang menjadi rumusan masalah adalah sebagai berikut :
 Apa yang dimaksud dengan sistem pernapasan?
 Apa saja organ penyusun system pernapasan?
 Bagaimana struktur histologi dari rongga hidung ,larings,trakea,bronkus, dan paru-paru?
 Bagaimana perbedaan struktur histologi dari organ penyusun sistem pernapasan?

I.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan karya tulih ilmiah ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai system pernapasan ,organ pernapasan ,struktur histologi dari organ pernapasan.

I.4 Metode Penulisan
Metode yang dilakukan dalam penulisan makalah ini adalah melalui metode kepustakaan dan mengumpulkan data melalui internet.








II. PEMBAHASAN

SISTEM PENAPASAN
Sistem pernapasan merupakan tempat terjadinya pertukaran gas antara darah dan udara. Sistem respirasi dibagi menjadi dua bagian pokok yaitu : bagian konduksi dan bagian respirasi. Bagian konduksi berperan sebagai pencuci, memanasi atau mendinginkan dan membuat udara lebih lembab, sedangkan bagian respirasi merupakan tabung yang menghubungkan dunia luar dan paru-paru.
Fungsi primer sistem pernapasan ialah menjamin terlaksananya pertukaran gas (oksigen dan karbondioksida) antara organisme dengan lingkungannya. Penyalur udara (rongga hidung, nasofarings, laringofarings, laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus) menjamin aliran udara pernapasan dari dan ke daerah pertukaran udara dalam pau-paru.
1. RONGA HIDUNG
Vestibulum Hidung
Rongga hidung dibagi dalam unit kanan dan kiri, dibatasi oleh suatu sekat terdiri dari tulang rawan atau tulang. Ke arah rostral langsung di belakang hidung disebut vestibulum hidung (region vestibularis) dan yang ke arah kaudal adalah rongga hidung sebenarnya.
Kulit apeks nasalis berlanjut dengan gradien jaringan selaput lendir dari rongga hidung yang sebenarnya. Ke arah rostral, daerah kutan vestibulum hidung dibalut oleh epitel pipih banyak lapis berpigmen dan bertanduk tebal. Di tengah daerah vestibulum, epitel lebih tipis dan tidak bertanduk. Bagian kaudal vestibulum hidung dan sepertiga bagian rostral dari rongga hidung sebenarnya merupakan daerah transisi dengan epitel kubus sampai silinder banyak lapis tanpa silia. Sel-sel epitel permukaan di daerah transisi tersebut mengandung inti multilobus (multilobated nuclei), memiliki mikrovili pada permukaannya, dan sering berbentuk bulat. Jaringan ikat pada dermis vestibulum hidung memiliki interdigitasi berupa papil-papil dengan daerah basal epitel.
Pada hewan piaraan terdapat kekhususan dalam vestibulum hidung. Pada bangsa babi, bagian rostral vestibulum hidung dibalut integumentum yang mengandung bulu rongga hidung (vibrissae), kelenjar palit, dan kelenjar peluh. Lubang kedua dari duklus nasolakrimalis sering tampak di permukaan kaudolateral pada konka ventralis anjing dan babi. Stratum papilaris dai papil-papil dermis anjing memilki banyak papil dan kapiler yang membentuk lup.
Rongga Hidung Sejati
Lumen hidung sejati dibagi oleh lamel-lamel konka ventral, dorsal dan etmoidal. Epitel yang membalut bagian besar belahan kaudal dari rongga hidung sejati adalah silinder banyak baris bersilia. Pembalut meatus nasalis medius lebih tipis dan mengandung lebih sedikit silia dan sel mangkok. Selapu lendir olfaktori terdapat pada daerah permukaan kaudal pada konka etmoidalis dan septum nasal.
Epitel bersilia di luar daerah olfaktori dalam rongga hidung mengandung sel-sel tipe basal, bersilia, sekretori dan sel kuas (brush cell). Sel-sel basal berbentuk silinder yang pekat electron, bertaut pada lamila basalis diperkuat oleh hemidesmosomn. Tiap sel-sel bersilia memiliki 200 sampai 300 silia aktif, di samping banyak mikrovili yang menjulur kje dalam lumen. Kerusakkan struktur mikro pada silia menyebabkan gerakan silia mundur atau kurang efektif. Sindrom silia pasif, merupakan kondisi di mana saluran pernapasan mengalami infeki, berulang secara kuat sebagai akibat kelainan silia bawaan. Hewan dengan sindrom ini sering mengalami pembalikkan ke kiri atau ke kanan pada posisi alat jeron rongga dada dan organ perut (situs inversus totalis). Struktur sel-sel sekretori, yang terjadi baik pada sel mangkokj (goblet cell) atau sel penghasil lender, bervariasi menurut fase sekresi serta lokasi dalam rongga hidung. Sel mangkok memiliki posisi inti yang terdesak kea rah basal. Pada permukaan sel terdapat mikrovili pendek. Sekreta sel mangkok pada hewan umumnya mengandung sulfated acid glycoprotein yang merupakan komponen lendir yang utama (mucus). Sel kuas (brush cell) memiliki mikrovili panjang dan tebal, serta mengandung berkas filamen mikro. Sel ini diduga bersifat reseptor sensori, karena memiliki ujung saraf berasal dari nervus trigeminus.
Mukosa daerah kaudal rongga hidung yang bukan daerah olfaktori memiliki pembuluh darah lebih banyak serta lebar daripada daerah vestibularis ,daerah transisi atau daerah olfaktori. Lapis submukosa disebut stratum kavernum . Pada anjing stratum kavernum ini lebih vascular dari hewan piaraan lain , mengandung sekitar 35% pembuluh darah. Glandula nasalis berbentuk tubuloasinar bercabang , tersebar antara vena dan stratum kavernum . Pada mamalia domestik,kelenjar tersebut mengeluarkan sekretanya melalui epitel pada semua daerah rongga hidung .

Organ Olfaktori
Secara mikroskopik , mukosa olfaktorius dapat dikenali atau dibedakan dari daerah bukan olfaktori disekitarnya, karena epitel lebih tebal , dan banyak kelenjar terorientasi vertical, serta banyak berkas serabut saraf tanpa myelin dalam lamina propria
Mukosa olfaktorius dibalut epitel slinder banyak baris bersilia yang terdiri dari sel utama : sel basal, sel neurosensori (sel olfaktori ), dan sel penunjang . Struktur sel basal mirip dengan sel pada epitel diluar daerah olfaktori.
Sel neurosensori olfaktori dewasa berbentuk neuron bipolar dengan perikarion didaerah basal epitel dengan dendrit mencapai lumen,sedangkan akson keluar dari epitel mencapai bulbus olfaktorius susunan saraf pusat .
Sel penunjang (sustentacular cel)memipih mulai dari basis sempit pada membrane basal dan melebar kearah lumen . Intinya mengambil warna lebih cerah, terletak agak superficial dari sel – sel neurosensori. Pada daerah apparatus golgi , rER terdapat supranuklear , sER tersebar diseluruh sitoplasma . Mikrovili , sering bercabang , tersebar pada permukaan bebas sel penunjang.

Organ Vomeronasal
Organ Vomeronasal terletak dalam mukosa bagian ventral septum nasi ,berbentuk buluh dengan ujung buntu , bagian luar terdiri dari tulang rawan penunjang , lamina propria dibagian tengah yang bersifat vascular serta glandular , dan epitel saluran dibagian dalam. Tulang rawan vomeronasal yang bersifat hyalin berbentuk J, menutup hampir semua bagian , kecuali daerah dorsolateral oragan tersebut. Epitel mengalami perubahan dari epitel kubus banyak lapis didaerah rostral menjadi epitel silinder banyak baris bersilia didaerah kaudal duktus vomeronasal . Bagian dendrit dari sel neurosensori vomeronasal, berbeda dengan sel neurosensori daerah olfaktori, karena tidak memiliki dendritic bulb ,tetapi memiliki mikrovili sebagai pengganti silia pada permukaan selnya. Banyak mitokondria , benda basal,dan badan penumbuh silia (cilliary precursor bodies) terdapat didaerah apeks sitoplasma.
Sel – sel neurosensori vomeronasal pada anjing memiliki silia yang tidak bergetar pada permukaan epitel (streocillia).
Kelenjar vomeronasal menumpahkan sekretanya dalam lumen organ vomeronasal,lazimnya melalui komisura antara dinding mukosa lateral dan medial. Organ Vomeronasal berfungsi sebagai kemoreseptor senyawa cair dengan daya uap rendah. Organ Vomeronasal berkaitan dengan sikap meringis [lip-curl type of facial grimace (flehmen) action ] yang diperliahatkan beberapa mamalia jantan, untuk mengenali substansi dalam urine hewan betina. Pada sejumlah mamalia , kemampuan mendeteksi bau betina birahi menimbulkan peningkatan kadar testosteron dalam plasma darah hewan jantan . Pada kuda, duktus insisivus kearah ventral berujung buntu,berhubungan dengan rongga hidung , tetapi tidak dengan rongga mulut .

Sinus paranasalis
Mukosa pembalut sinus paranasalis lebih tipis dari rongga hidung . Hanya sedikit kelenjar subepitel atau pembuluh darah tersebar dalam selaput lendir pada berbagai sinus. Epitelnya tampak rendah , bersilia , silinder banyak baris dan mengandung sel mangkok . Getaran silia akan mengangkut lendir kearah lubang yang menghubungkan sinus dengan rongga hidung .

2. FARING

Terdiri atas pars respiratoria (nasofaring) dan pars digestoria (orofaring). Dinding dorsal palatum molle terdiri atas mukosa dan tulang, sedangkan dinding faring dibentuk oleh mukosa, fasia pharingea interna, otot seran lintang fasia faringea eksterna dan tunika adventitia yang bersifat longgar. Dinding faring banyak mengandung pembuluh darah dan limfe. Pembuluh limfe ini berhubungan dengan pembuluh limfe kavum nasi. Serabut saraf membentuk pleksus superfisial dan profundal.

Nasofarings
Nasofarings adalah bagian farings bagian dorsal , terletak dorsal palatum molle dan menjulur dari rongga hidung kearah laringofarings . Epitel pembalut berbentuk silinder banyak baris bersilia dengan sel mangkok. Epitel daerah kaudodorsal dari palatum molle , yang berhubungan dengan dinding dorsal nasofarings selama proses menelan , atau dengan epiglotis,berbentuk pipih banyak lapis . Nodulus limfatik tampak jelas pada bagian dorsal nasofarings,pada garis tengah tempat berkumpul dengan membentuk tonsil farings .

3. LARINGS
Dibalut oleh mukosa dan ditunjang oleh tulang rawan . Tulang rawan Larings berhubungan satu sama lain dengan trakea dan hyoid apparatus melalui ligamen. Otot kerangka ekstrinsik menggerkan larings selama menelan berlangsung,sedangkan otot kerangka intrinsic menggerakan tulang rawan larings secara individu selama pernafasan dan bersuara. Mukosa epiglotis , vestibulum larings dan plika vokalis dibalut oleh epitel pipih banyak lapis bertanduk . Epitel tersebut membalut ventrikel larings kuda. Reseptor saraf pada epitel larings memberikan respon terhadap cairan seperti air, susu, cairan lambung ,dan air liur . Mengandung banyak serabut elastik , leukosit , sel plasma dan sel mast . Pada babi dan ruminansia kecil, tonsila paraepiglotika terdapat pada basis epiglotis. Tonsil ini sering terlihat pada kucing. Kelenjar tubuloasinar sederhana bercabang terdapat dalam lamina propia dan submukosa; kelenjar ini tidak terdapat pada vestibulum dan plika vokalis. Hampir seluruh tulang rawan larings betipe hyaline, perikondriumnya bersatu dengan submukosa berbatasan . Epiglotis karnivora sering terdiri dari dinding luar tulang rawan yang didalamnya berisi sel – sel lemak , jalinan serabut membentuk tunika adventisia mengitari tulang rawann larings dan otot kerangka.

4. TRAKEA
Trakea merupakan penyalur udara antara larings dan bronkus , berbentuk buluh yang semifleksibel dan semikolaps, terdapat dibagian ventral leher , terbentang mulai larings sampai rongga dada. Secara histologik , dinding trakea memiliki empat lapis : mukosa ,otot, tulang rawan ,dan adventisia.
Mukosa trakea terdiri dari epitel silinder banyak baris bersilia dan lamina proprianya. Pada epitel trakea dikenal tujuh macam sel : sel basal, sel mangkok, sel bersilia , sel sikat (brush cell),sel serous ,sel clara dan sel neuroendokrin. Sel basal ini dianggap sebagai sel bibit(progenitor) untuk sel – sel lain dalam epitel . Sel mangkok ,sel bersilia , dan sel sikat pada trakea mirip dengan yang terdapat pada sistem pernafasan bagaian atas. Inti sel serous terletak basal dan pemukaannya memiliki mikrovili, mengandung banyak rER dan badan pekat elektron didaerah apeks. Sel – sel neuro endokrin ,juga dikenal sebagai sel – sel Kultschitzky (sel K) atau sel –sel amine precursor uptake decarboxylation (APUD) ,berbentuk khas piramid dengan basis pada lamina basalis dan mengandung butir argirofil pekat ,banyak ER,apparatus golgi ,ribosom dan filamen. Kelenjar trakea merupakan penjuluran epitel permukaan ke dalam jaringan ikat subepitel ,berbentuk kelenjar tubuloasinar yang bersifat seromukous yang tetap berhubungan dengan lumen melalui alat penyalur ,beberapa di antaranya memiliki silia .Ujung kelenjar sebagian besar terletak didaerah submukosa,bagian proksimal berbentuk buluh (tubulus) yang bersifat mukous ,sedangkan bagian distal berbentuk asinus dengan epitel utamanya bersifat serous. Sel – sel serous merupakan mayoritas ujung kelenjar pada sebagian besar hewan ;sekretanya berbentuk glikoprotein netral yang kadang –kadang mengalami sulfasi .Sel –sel serous yang mengahasilkan protein ,butir sekretanya kecil ,pekat , memiliki ciri tersendiri , dan terdapat dalam sitoplasma yang kaya akan rER. Jumlah cincin tulang rawan trakea bervariasi ,tidak hanya antar jenis yang berbeda ,juga antar individu dari satu spesies. Otot trakealis berbentuk pita otot polos ,tersusun transversal antara ujung bebas bagian dorsal tulang rawan ,dan terdapat sepanjang seluruh panjang trakea. Pada sebagian besar spesies kecuali anjing dan kucing ,otot polos bertaut pada jaringan ikat pekat tidak teratur dari perikondrium pada bagian dalam cincin, umumnya pada jarak tertentu dari ujung tulang rawan . Pada karnivora pertautan ini justru diluar permukaan tulang rawan. Pembuluh darah besar dan saraf sering terdapat disekitar pita otot polos tersebut.
5. PARU - PARU
Hampir seluruh rongga dada diisi oleh paru-paru kanan dan kiri. Secara umum, paru-paru dibagi menjadi sistem penyalur udara intrapolmunar, parenkim atau sistem respirasi, dan pleura. Sistem penyalur udara intrapumonar (bronkus dan bronkiolus), mencagkup sekitar 6% dari paru-paru. Parenkim (sistem respirasi), atau daerah pertukaran gas, teriri dari duktus alveolaris, sakus alveolaris, dan alveoli, yang mencakup kira-kira 85% dari seluruh paru-paru. Paru-paru dibalut oleh, jaringan ikat dan sel-sel mesotel membentuk pleura viseralis. Bersama dengan pleura, pembuluh darah, saraf dan bronkiolus mengisi sisananya yang 9% sampai 10% dari paru-paru.

Bronkus
Percabangan bronkus terbentuk oleh bronkus primer, membentuk penyalur udara. Penyalur udara intrapolmunar yang paling besar disebut bronkus lobus ( lobar bronchi ), masing-masing merupakan cabang langsung bronkus primer yang masuk lous paru-paru melalui hilus. Tiap bronkus lobus bercabang dua an selanjutnya bercabang lagi. Percabangan berlangsung terus sampai mencapai daerah pertukran udara. Sistem percabangan ini disebut percabanga udara dikotomi semu ( pseudodichotomous branching ).
Secara histologi, bronkus mirip trakea, kecuali berbagai lapisannya yang lebih tipis. Bronkus dibalut epitel silinder banyak baris, terutama terdiri dari sel-sel yang mampu bersekresi, sel bersillia dan sel bassal. Bronkus, dibanding dengan trakea secara proposional memiliki jumlah sel lebih sedikit. Kompososisi epitel ke arah distal berubah untuk satu spesies. Bronkus proksimal memiliki lebih banyak sel epitel dan sel basal untuk tiap unit daerah bagian distal. Pada satu spesies, diamana sel-sel mukous dominan pada epitel permukaan, presentasi popilasi sel mukous pada saluran ke arah distal mengecil, sedangkan untuk sel clara justru membesar. Kelenjar submukosa lebih sedkit dan lebih kecil pada bronkus proksimal dibandingkan dengan trakea. Pada karnivora, bronkus intrapulmonar memiliki kelnjar, juga pada ruminansia (sapi, domba ), kuda dan babi. Struktur submukosa pada bronkus bervariasi dari proksimal ke arah distal dan kelenjarnya semakin bekurang ke arah distal.


Bronkeulus
Bagian distal salura udara intrapulmonar adalah bronkiolus secara histologi dapat dibedakan dengan bronkus. Secara umum brokeolus terdiri dari epitel, dan sedikit jaringan ikat, tanpa adanya kelnjer dan tulang rawan. Bronkiolus tanpa alveolus yang terbuka langsung pada dindingnya, disebut tanpa alveolus. Beberapa anak cabang bronkus tanpa alveolus terdapat pada kuda, sapi, dan domba, tetapi umumnya hanya satu atau dua anak cabang bronkiolus tanpa alveolus terdapat pada paru-paru anjing dan kucing. Pada anjing dan kucing, epitel bagian distal bronkiolus tanpa alveolus mengandung sel-sel bersillia dan sel Clara dengan perbandingan 1:19.
Ada dua kekecualian stuktur daerah distal bronkiolus tanpa alveolus. Pada mamalia laut dan kera mamakus, tulang rawan masih terdapat pada bronkiolus terminalis, disamping itu, epitel pembalut saluran udara berbentuk banyak lapis, mengandung sel basal, sel bersilia, sel mukousa.

Pleura
Pleura adalah membrana serosa yang membungkus pulmo. Terdiri atas dua bagian yakni : yang menempel pada pulmo disebut pleura viseralis, dan menempel pada kavum thorakis disebut pleura parietalis. Pleura terdiri atas lapisan tipis, jaringan kolagen yang kaya fibroblast dan makrofag. Disamping itu ditemukan pula berkas serabut elastis yang berjalan tidak beraturan kearah permukaan, seperti peritoneum permukaannya tertutup oleh mesothelium. Gambaran yang mencolok pada pleura yakni ditemukannya kapiler darah dan vasa limfe yang banyak. Nervi pada pleura parietalis berhubungan dengan nervus phrenikus dan nervus interkostalis yang terdapat pada pleura viseralis merupakan cabang dari nervus vagus dan nervus simphatikus yang menginervasi bronkhi.



B. SISTEM URINARIA

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia tidak akan pernah lepas dari sistem urinaria, yakni sistem dimana terjdinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).
Mengingat pentingnya sistem urinari maka disini akan dicoba untuk dijelaskan mengenai struktur histologi dari sistem urinari, mulai dari pengertian,struktur,komponen pendukung dan lain sebagainya. Agar dapat dimengerti juga bagaimana sistem urinari itu dapat berjalan dan organ apa saja yang menyusun sistem urinari.
1.2 Rumusan Masalah
 Apa yang dimaksud dengan sistem urinari tersebut?
 Apa saja organ penyusun sistem urinaria dan bagaimana struktur histologi dari organ penyusun sistem urinaria?
 Apa perbedaan struktur histologi masing-masing organ penyusun sistem urinaria?
I.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan karya tulih ilmiah ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai system urinaria ,organ urinaria ,struktur histologi dari organ urinaria.
I.4 Metode Penulisan
Metode yang dilakukan dalam penulisan makalah ini adalah melalui metode kepustakaan dan mengumpulkan data melalui internet.

II. PEMBAHASAN

SISTEM URINARIA
Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjdinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh.
Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh larut dlam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih). Sistem perkencingan atau sistem urinaria meliputi : Ginjal, Vesika urinaria dan beberapa salurannya.
1. GINJAL / REN
Bagian paling luar adalah kapsula, serabut halus keluar dari kapsula menyisip parenkhim ginjal bersama pembuluh darah. Renal tubulus dianggap identik dengan nefron pada mamalia. Terdiri atas :
a. Korpuskuli renalis dengan glomeruli relatif lebih kecil dari mamalia.
b. Tubuli kontorti proksimalis, memepunyai epithel kubis dengan brush border, inti ditengah dan sitoplasma berbutir halus, diduga butiran urat.
c. Jerat henle memiliki epithel sama, namun tidak memiliki brush border, tetapi pada sitoplasma terdapat vakuola.
d. Tubuli konturti distalis memiliki lumen lebih luas, epithelnya lebih pucat dan berbentuk kubis.
e. Alat penyalur mulai dari duktuli koligentes dengan epithel kubis, terus ke duktus Bellini dan akhirnya masuk ureter
Bentuk ginjal seperti biji kacang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus hepatis dexter yang besar. Pada umumnya jumlah ginjal sepasang (dua buah) yang terdapat di dalam rongga perut dengan hilus renalis yakni tempat masuknya pembuluh darah dan keluarnya ureter, mempunyai permukaan yang rata, kecuali pada sapi ginjalnya berlobus. Selubung ginjal (Ren) disebut kapsula ginjal, tersusun dari campuran jaringan ikat yakni serabut kolagen dan beberapa serabut elastis.
Struktur histologi ginjal pada berbagai jenis hewan piara tidak sama, sehingga bentuk ginjal dibedakan menjadi:
 Unilober atau unipiramidal: pada kelinci dan kucing mempunyai struktur histologi sama, yakni tidak dijumpai adanya percabangan pada kalik renalis, papila renalis turun ke dalam pelvis renalis, dan duktus papilaris bermuara pada kalik. Pada kuda, domba, kambing, dan anjing terjadi peleburan dari beberapa lobus, sehingga terbentuk papila renalis tunggal yang tersusun longitudinal.
 Multilober atau multipiramidal : bentuk ini dijumpai pada babi, sapi, dan kerbau. Lobus (piramid) dan papila renalis lebih dari satu jelas terlihat.
Fungsi ginjal :
1. Membuang sisa hasil metabolisme dengan cara menyaring dari darah berupa air seni (urin)
2. Mengatur kadar air, elektrolit tertentu serta berbagai bahan lain dari darah
3. Membuang bahan yang berlebihan atau tidak lagi dibutuhkan tubuh
4. Sebagai kelenjar endokrin (sel juksta-glomeruli dan makula densa) yang mengatur hemodinamika serta tekanan darah dengan menghasilhan zat renin.
5. Fungsi ginjal erat hubungannya dengan paru-paru dan kulit dalam mempertahankan volume dan komposisi darah terhadap beberapa zat tertentu. Pada darah zat tersebut mempunyai nilai ambang yang konstan, dan bila melebihi nilai ambang, maka zat tersebut dibuang melalui ginjal, paru-paru, maupun kulit.
Sinus renalis
Disusun atas :
1. Pelvis renal, dibentuk oleh kalik mayor dan kalik minor. Pelvis ini merupakan bagian atas ureter yang melebar.
2. Arteri, vena dan nervus.
3. Lemak dengan jumlah sedikit dan tidak dijumpai jaringan konektif.
Ginjal pada dasarnya dapat dibagi dua daerah, yaitu : Kortek (luar ) dan Medulla (dalam). Kortek meliputi daerah antara dasar malfigi piramid yang juga disebut piramid medula hingga ke daerah kapsula ginjal. Daerah kortek diantara piramid tadi membentuk suatu kolum disebut Kolum Bertini Ginjal. Pada potongan ginjal yang masih segar, daerah kortek terlihat bercak merah yang kecil (petikhie) yang sebenarnya merupakan kumpulan vaskuler khusus yang terpotong, kumpulan ini dinamakan renal korpuskle atau badan malphigi.
Kortek ginjal terdiri atas nefron pada bagian glomerulus, tubulus konvulatus proksimalis, tubulus konvulatus distalis. Sedangkan pada daerah medula dijumpai sebagian besar nefron pada bagian loop of Henle’s dan tubulus kolektivus. Setiap ginjal mempunyai satu sampai empat juta filtrasi yang fungsional dengan panjang antara 30-40 mm yang disebut nefron.

Renal Korpuskula
Renal korpuskula terdiri atas berkas kapiler glomeruli dan glomerulus yang dikelilingi oleh kapsula berupa epithel yang berdinding ganda disebut : Kapsula Bowman.
Dinding sebelah dalam disebut lapisan viseral sedangkan yang disebelah luar disebut lapisan pariental, yakni menerima cairan yang akan difiltrasi melalui dinding kapiler. Korpuskula renalis mempunyai katup vaskular dimana darah masuk ke arteriole aferent dan keluar melalui arteriole aferent.
Tubulus Konvulatus Prokimalis
Struktur ini merupakan segmen berkelok-kelok, yang bagian awal dari tubulus ini panjangnya dapat mencapai 14 mm dengan diameter 57-60. Tubulus konvulatus proksimalis biasanya ditemukan pada potongan melintang kortek yang dibatasi oleh epithel selapis kubis atau silindris rendah, dengan banyak dijumpai mikrovilli yang panjangnya bisa mencapai 1,2 dengan jarak satu dengan yang lainnya 0.03. Karakteristik dari tubulus ini ditemukan apa yang disebut Brush Border, dengan lumen yang lebar dan sitoplasma epithel yang jernih.
Loop of Henle’s
Loop of Henle’s banyak dijumpai di daerah medula dengan diameter bisa mencapai 15. Loop of henle’s berbentuk seperti huruf “U” yang mempunyai segmen tebal dan diikuti oleh segmen tipis. Pada bagian desenden mempunyai lumen yang kecil dengan diameter 12 panjang 1-2 mm, sedangkan bagian asenden mempunyai lumen yang agak besar dengan panjang 9 mm dengan diameter 30.
Epithel dari Loop of Henle’s merupakan peralihan dari epithel silindris rendah / kubus sampai squomus, biasanya pergantian ini terdapat di daerah sub kortikal pada medula, tapi bisa juga terjadi di daerah atas dari Loop of Henle’s.
Tubulus Konvulatus Distalis
Perbedaan struktur histologi dengan Tubulus Konvulatus proksimalis antara lain : Sel epithelnya besar, mempunyai brush border, lebih asidofil, potongan melintang pada tempat yang sama mempunyai epithel lebih sedikit, Tubulus Konvulatus distalis : Sel epithel lebih kecil dan rendah, tidak mempunyai brush border, kurang asidofil, lebih banyak epithel pada potongan melintang
Sepanjang perjalanan pada kortek, tubulus ini mengadakan hubungan dengan katup vaskuler badan ginjal dari nefronnya sendiri yakni dekat dengan anteriole aferent dan eferent. Pada tempat hubungan ini, tubulus distalis mengadakan modifikasi bersama dengan arteriola aferens. Segmen yang mengadakan modifikasi bersama dengan arteriola aferens. Segmen yang mengadakan modifikasi ini pada mikroskop cahaya tampak lebih gelap ini disebabkan dekatnya dengan inti disebut : Makula dense.
Fungsi Makula dense belum begitu jelas, tapi beberapa ahli mengatakan, fungsinya adalah sebagai penghantar data osmolaritas cairan dalam tubulus distal ke glomerulus. Pada makula dense yang dekat dengan arteriola aferent mengandung sel juksta glomerulus yaitu sel yang mempunyai bentuk epitheloid dan bukan sel otot polos dan ini mungkin merupakan modifikasi dari otot polos. Sel ini yang nantinya menghasilkan enzim renin. Hormon ini mengubah hipertensinogen menjadi hipertensin (angiotensin). Angiotensin mempengaruhi tunika media dari arteriola untuk berkontraksi, yang mengakibatkan tekanan darah menjadi naik.
Tubulus kolektivus
Tubulus kolektivus merupakan lanjutan dari nefron bagian tubulus konvulatus distalis dan mengisi sebagian besar daerah medula. Tubulus kolektivus bagian depan mempunyai lumen yang kecil berdiameter sekitar 40  dengan panjang 20-22 mm. Lumennya dilapisi epithel kubis selapis, sedangkan tubulus kolektivus bagian belakangnya sudah berubah menjadi bentuk silindris dengan diameter 200 , panjangnya mencapai 30-38 mm.
Sirkulasi Darah
Ginjal menerima darah dari arteria renalis yang masuk melalui hilus dan bercabang membentuk arteria interlobularis yang terletak antara piramid malpighi. Selanjutnya arteri ini bercabang lagi menjadi arteri arkuata dan bercabang lagi menjadi arteria interlobularis. Arteria Interlobularis bercabang lagi menjadi arteria aferent yang masuk ke glomerulus, selain itu ada juga arteri interlobularis melanjutkan diri menuju kapsula ginjal yang disebut arteri stelata.
Setelah darah mengalami filtrasi, maka akan keluar melalui arteriola eferent gromeruli. Cabang arteriol eferent akan memberikan makanan untuk tubulus dan daerah distal untuk kortek ginjal. Cabang arteriola eferent bersatu membentuk arteriola rekta, dari venula ini bersatu lagi menjadi vena interlobularis dan selanjutnya menjadi vena interlobularis yang akhirnya keluar ginjal melalui vena renalis. Pada manusia dengan berat badan ± 70 kg pada kedua buah ginjalnya dialiri darah sebanyak 1200 cc setiap menit
Histofisiologi Ginjal
Ginjal mempunyai fungsi yang sangat komplek, yakni sebagai filtrasi, absorpsi aktif maupun pasif, resorpsi dan sekresi. Total darah ke dua ginjal dapat mencapai 1200 cc/menit atau sebesar 1700 liter darah / hari. Semua ini akan difiltrasi oleh glomeruli dimana setiap menit dihasilkan 125 cc filtrat glomeruli atau 170 liter filtrat glomeruli setiap 24 jam pada ke dua ginjal. Dari jumlah ini beberapa bagian di resorpsi lagi keluar dari tubulus.
Pada tubulus konvulatus proksimalis dan distalis terjadi proses resorpsi dan ekskresi, dimana beberapa bahan seperti : glukosa dan sekitar 50 % natrium klorida dan sejumlah air di resorpsi oleh sel tubulus melalui absorbsi aktif yang memerlukan energi, sedangkan air berdifusi secara pasif. Selanjutnya filtrat glomeruli yang tidak mengalami resorpsi diteruskan ke distal sampai tubulus kolektivus. Pada daerah ini terjadi pemekatan urin atau pengenceran terakhir tergantung dari keadaan cukup tidaknya anti-diuretik hormon (ADH). Hormon ini berpengaruh terhadap permeabilitas tubulus kolektivus terhadap air.
Pelvis Renalis
Pada hilus renalis terdapat pelvis renalis yang menampung urin dari papila renalis. Pada ginjal yang multi-piramid urin pertama ditampung oleh kaliks renalis kemudian dari sini baru ke pelvis renalis.
Bangun histologinya adalah sebagai berikut : Mukosa memiliki epithel peralihan dengan sel payung, mulai dari kaliks renalis, tebal epithel hanya 2 sampai 3 sel. Dengan mikroskop cahaya tidak tampak adanya membran basal tetapi dengan EM tampak membrana basalis yang sangat tipis. Propria mukosa terdiri atas jaringan ikat longgar dan pada kuda terdapat kelenjar yang agak mukus.
Bentuk kelenjar adalah tubulo-alveolar. Tunika muskularis terdiri atas otot polos, jelas pada kuda, babi dan sapi. Lapis dalam tersusun longitudinal dan lapis luar sirkuler. Pada hewan lain otot relatif sedikit, pada kalises renalis otot relatif sedikit, tetapi pada daerah permulaan ureter membentuk semacam sphinter. Tunika adventitia terdiri dari jaringan ikat longgar dengan banyak sel lemak, pembuluh darah, pembuluh limfe serta saraf.

2. URETER
Selaput lendir ureter membentuk lipatan memanjang (longitudinal) dengan epithel banyak baris. Pada tunika propria sebagaimana pada bangsa burung banyak ditemukan limfosit.
Tunika muskularis terdiri atas otot polos, lapis terluar adalah adventitia. Ureter sebelum memasuki ginjal bercabang menuju lobus. Ureter sebenarnya pendek dan lurus, bermuara kedalam uredeum medial dari duktus deferens pada hewan jantan, dan medial dari oviduktus pada hewan betina.
Ureter adalah saluran tunggal yang menyalurkan urine dari pelvis renalis menuju vesika urinaria (kantong air seni). Mukosa membentuk lipatan memanjang dengan epithel peralihan, lapisan sel lebih tebal dari pelvis renalis. Tunika propria terdiri atas jaringan ikat dimana pada kuda terdapat kelenjar tubulo-alveolar yang bersifat mukous, dengan lumen agak luas. Tunika muskularis tampak lebih tebal dari pelvis renalis, terdiri dari lapis dalam yang longitudinal dan lapis luar sirkuler, sebagian lapis luar ada yang longitudinal khususnya bagian yang paling luar. Dekat permukaan pada vesika urinaria hanya lapis longitudinal yang nampak jelas.
Tunika adventisia terdiri atas jaringan ikat yang mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe dan saraf, ganglia sering terdapat didekatnya. Selama urine melalui ureter komposisi pokok tidak berubah, hanya ditambah lendir saja.
Dinding ureter terdiri atas beberapa lapis, yakni:
1. Tunika mukosa : lapisan dari dalam ke luar sebagai berikut :
 Epithelium transisional : pada kaliks dua sampai empat lapis, pada ureter empat sampai lima lapis, pada vesica urinaria 6-8 lapis.
 Tunika submukosa tidak jelas
 Lamina propria beberapa lapisan
 Luar jaringan ikat padat tanpa papila, mengandung serabut elastis dan sedikit noduli limfatiki kecil, dalam jaringan ikat longgar
 Kedua-dua lapisan ini menyebabkan tunika mukosa ureter dan vesika urinaria dalam keadaan kosong membentuk lipatan membujur.
2. Tunika muskularis : otot polos sangat longgar dan saling dipisahkan oleh jaringan ikat longgar dan anyaman serabut elastis. Otot membentuk tiga lapisan : stratum longitudinale internum, stratum sirkulare dan stratum longitudinale eksternum
3. Tunika adventisia : jaringan ikat longgar

3. VESIKA URINARIA (KANTONG KEMIH)
Kantong air seni merupakan kantong penampung urine dari kedua belah ginjal Urine ditampung kemudian dibuang secara periodik.
Struktur histologi :
1. Mukosa, memiliki epithel peralihan (transisional) yang terdiri atas lima sampai sepuluh lapis sel pada yang kendor, apabila teregang (penuh urine) lapisan nya menjadi tiga atau empat lapis sel.
2. Propria mukosa terdiri atas jaringan ikat, pembuluh darah, saraf dan jarang terlihat limfonodulus atau kelenjar. Pada sapi tampak otot polos tersusun longitudinal, mirip muskularis mukosa.
3. Sub mukosa terdapat dibawahnya, terdiri atas jaringan ikat yang lebih longgar.
4. Tunika muskularis cukup tebal, tersusun oleh lapisan otot longitudinal dan sirkuler (luar), lapis paling luar sering tersusun secara memanjang, lapisan otot tidak tampak adanya pemisah yang jelas, sehingga sering tampak saling menjalin. Berkas otot polos di daerah trigonum vesike membentuk bangunan melingkar, mengelilingi muara ostium urethrae intertinum. Lingkaran otot itu disebut m.sphinter internus.
5. Lapisan paling luar atau tunika serosa, berupa jaringat ikat longgar (jaringan areoler), sedikit pembuluh darah dan saraf

4. URETRA
Berupa saluran yang menyalurkan urine dari kantong seni keluar tubuh. Pada hewan jantan akan mengikuti penis, sedangkan pada hewan betina mengikuti vestibulum.
Sistem Urinaria pada Unggas
Beberapa perbedaan dengan mamalia tampak jelas antara lain :
1. Bentuk ginjal yang agak komplek, terdiri atas tiga sampai empat lobus
2. Tidak memiliki vesika urinaria dan urethra jadi urine dari ureter langsung masuk kloaka (urodeum)
3. Urine yang dihasilkan agak kental, sedangkan pada mamalia bersifat lebih cair.
4. Pada ayam terdapat sepasang ginjal multilober yang erat hubungannya dengan kilumna vertebralis dan ilia, terletak pada bagian kaudal dari paru-paru. Warnanya kecoklatan dan konsistensinya lunak sehingga mudah rusak pada proses pengeluaran dari tempatnya.
Komposisi air kemih, terdiri dari:
1. Air kemih terdiri dari kira-kira 95% air.
2. Zat-zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein, asam urea, amoniak dan
kreatinin.
3. Elektrolit, natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fospat dan sulfat.
4. Pagmen (bilirubin dan urobilin).
5. Toksin.
6. Hormon.
Mikturisi
Mikturisi ialah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi dengan urin. Mikturisi melibatkan 2 tahap utama, yaitu:
1. Kandung kemih terisi secara progresif hingga tegangan pada dindingnya meningkat melampaui nilai ambang batas (Hal ini terjadi bila telah tertimbun 170-230 ml urin), keadaan ini akan mencetuskan tahap ke 2.
2. Adanya refleks saraf (disebut refleks mikturisi) yang akan mengosongkan kandung kemih.
Pusat saraf miksi berada pada otak dan spinal cord (tulang belakang) Sebagian besar pengosongan di luar kendali tetapi pengontrolan dapat di pelajari “latih”. Sistem saraf simpatis : impuls menghambat Vesika Urinaria dan gerak spinchter interna, sehingga otot detrusor relax dan spinchter interna konstriksi. Sistem saraf parasimpatis: impuls menyebabkan otot detrusor berkontriksi, sebaliknya spinchter relaksasi terjadi MIKTURISI (normal: tidak nyeri).
Ciri-Ciri Urin Normal
1. Rata-rata dalam satu hari 1-2 liter, tapi berbeda-beda sesuai dengan jumlah cairan yang masuk.
2. Warnanya bening oranye tanpa ada endapan.
3. Baunya tajam.
4. Reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata-rata 6.

Pakan Sapi Bali

II. PAKAN SAPI BALI

Keberhasilan usaha peternakan sapi, baik itu sapi potong, sapi kerja, maupun sapi perah sangat tergantung dari pemberian pakan yang cukup dan memenuhi syarat. Namun perlu disadari bahwa pemberian pakan yang cukup dan memenuhi syarat syarat ini tidak akan dapat mengubah sifat genetik sapi. Besar tubuh sapi Bali tidak dapat diubah menyerupai sapi Hereford, tetapi pemberian pakan yang cukup dan memenuhi syarat pasti akan dapat menunculkan sifat bawaannya yang baik, mislanya pertumbuhannya menjadi lebih sempurna dan lebih cepat, dan persentase karkasnya menjadi lebih tinggi, dan lebih tahan terhadap penyakit.
Pemberian pakan pada ternak sapi, baik sapi potong maupun sapi perah harus dilakukan secara berkesinambungan sehingga pertumbuhannya tidak terganggu. Pemberian pakan yang tidak berkesinambungan akan menimbulkan goncangan pertumbuhan sapi. Keadaan ini sering ditemukan pada sapi Bali yang dipelihara di daerah pegunungan / daerah dataran tinggi yang pengairannya tergantung dari air hujan, seperti di daerah Bukit Jimbaran, daerah Kubu Karang Asem, daerah NTT dan lai-lain. Pada musim hujan, sapi bali yang dipelihara di daerah tersebut tumbuh dan bertambah bobot dengan sangat cepat karena sapi mendapat pakan dalam jumlah yang cukup dan memenuhi syarat. Akan tetapi, pada musim kemarau pertumbuhannya atau bobot badannya dapat menurun secara dratis, sebab selama musim kemarau persediaan pakan dan daya cerna sapi akan hijauan menjadi berkurang. Hal ini tyerutama disebabkan oleh hilangnya energi, mineral dan protein yang terkandung dalam hijauan/rerumputan akibat kekurangan air. Dengan demikian, hijauan/rerumputan yang yang diberikan kepada ternak tidak lagi memenuhi syarat, bahkan jumlahnyapun tidak mencukupi kebutuhan sapi. Sebagai akibatnya ialah : pertumbuhan terhambat, sapi yang sudah dewasa berat badannya menurun/kurus, sehingga tidak memenuhi syarat sebagai sapi potong. Perkembangbiakannya terhambat karena fertilitasnya menurun, persentase karkasnya juga sangat rendah.
Oleh karena itu, peternak harus berusaha memberi pakan yang cukup dan memenuhi syarat sesuai dengan kebutuhan sapi. Ransum sapi yang memenuhi syarat ialah ransom yang mengandung : protein, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral, dan air dalam jumlah yang cukup. Kesemuanya dapat disediakan dalam bentuk hijauhan dan konsentrat.

Kebutuhan sap[I akan Gizi
a. Protein.
Protein berfungsi untuk memperbaiki dan menggantikan sel tubuh yang rusak, (misalnya pada sapi lanjut usia), pembentukan se-sel baru dari tubuhnya (misalnya pada pedet), berproduksi (misalnya pada sapi dewasa) dan diubah mnjadi energi (misalnya pada sapi kerja).
Protein lebih banyak dibutuhkan oleh sapi muda yang sedang tumbuh dibandingkan sapi dewasa. Karena unsure protein tidak dapat di bentuk dalam tubuh, padahal sangat mutlak diperlukan, oleh karena itu sapi harus diberi pakan yang cukup mengandung protein.
Sumber protein bagi sapi adalah hijauan dari jenis leguminosa seperti Centrosema pubescens, daun turi, lantoro dan pakan tambahan berupa penguat seperti bungkil kelapa, bungkil kacang tanah, katul, tepung darah, tepung ikan, tepung daging dan lain-lain.
Protein asal hewan (hewani) lebih baik ketimbang protein asal tanaman (nabati), sebab kandungan asam amino essensial dan nilai gizinya lebih tinggi. Bahan pakan yang berkadar protein tinggi ialah yang susunan proteinnyamendekati susunan protein tubuhnya. Protein hewani dapat diproses kembali kembali menjadi protein jaringan dengan resiko kerugian yang sangat kecil bila dibandingkan dengan pengolahan protein nabati seperti jagung dan jerami.
Ternak rumenansia, termasuk sapi, tidak membutuhkan protein yang bermutu tinggi di dalam pakannya, sebab di dalam rumen dan ususnya yang panjang itu, pakan diolah oleh jasad renik. Namun, jika protein yang diberikan adalah protein yang telah usang dan terurai, maka protein atau sam-asam amino dalam pakan harus ditingkatkan pula. Oleh karena itu, jika sapi hanya diberi pakan berupa jerami, khususnya sapi penggemukan, maka kekurangan unsure protein/asam-asam amino dan unsr lainya dapat ditutupi dengan pemberian pakan tambahan yang banyak mengandung protein, lemak dan karbohidrat. Kadar serat kasar tinggi dan kekurangan unsure protein, lemak dan karbohidrat dalam jerami menyulitkan pencernaan.

b. Lemak.
Lemak berfungsi sebagai sumber energi (tenaga) dan sebagai pelarut vitamin A, D, E dan K dalam tubuh.
Dalam tubuh, lemak dalam bahan pakan dapat diubah menjadi pati dan gula, dapat digunakan sebagai sumber tenaga, atau dapat disimpan di dalam jaringan atau sel sebagai lemak cadangan. Kandungan lemak dalam tubuh berbeda-beda antara jaringan satu dan jaringan lainnya. Lemak tubuh biasanya dibentuk dari karbohidrat dan lemak makanan, yang didak langsung digunakan. Di dalam tubuh, kelebihan lemak akan disimpan di bawah kulit sebagai lemak cadangan. Setiap jenis ternak memiliki alat atau tempet khusus untuk menyimpan lemak, misalnya sapi pada punuknya, domba ekor gemuk pada ekornya dan lain sebagainya. Disamping itu, lemak yang berlebihan juga dapat disimpan disekitar buah pinggang, selaput penggantung usus dan diantara otot-otot.
Tubuh hewn terdiri atas tiga jenis jaringan, yaitu tulang otot dan lemak. Di antara ketiga jenis jaringan tersebut, jaringan nlemak terbentuk paling akhir. Pada ternak sapi potong yang digemukkan, seperti pada sapi kereman, lemak yang disimpan menyelubungi serabut otot sehingga atau daging sapi menjadi lebih lembut. Dalam tubuh hewan, lemak mempunyai sifat yang berbeda. Sapi yang dipotong pada usia lanjut akan memiliki daging yang liat, apalagi bila sapi itu dipekerjakan terlalu berat dan diberi pakan yang tidak memenuhi syarat. Hewan ternak yang hanya diberi pakan berupa hijauan dari rumput akan memperoleh kadar lemak yang sangat rendah sebab kandungan lemak kasar pada rumput hanya sekitar 1%. Bahan pakan ternak yang banyak mengandung lemak adalah : bungkil kacang tanah, bungkil kelapa dan bungkil kedelai.

c. Karbohidrat
Karbohidrat berfungsi sebagai sumber tenaga (energi) dan sebagai pembentuk lemak cadangan di dalam tubuh. Setelah dicerna, karbohidrat diserap oleh darah berupa glukosa dan langsung dioksidasi menjadi energi atau lemak cadangan. Suber karbohidrat yang penting ialah serat kasar dan BETN (bahan ekstrak tanpa nitrogen) yaitu bagian dari bahan makan yang banyak mengandung karbohidrat, pati dan gula. Jagung dan pakan butiran lainnya juga sebagai sumber karbohofrat. Kebutuhan sapi akan karbohidrat juga dapat dipenuhi dari bahan hijauan, sehingga kebutuhan ternak akan karbohidrat tidak banyak mengalami kesulitan.

d. Mineral
Mineral berguna dalam pembentukan jaringan tulang dan otot, proses produksi, penggantian mineral tubuh yang hilang, dan pemeliharaan kesehatan.
Meskipun diperlikan hanya dalam jumlah yang kecil dan terdapat dalam jumlah banyak dalam jaringan tulang, mineral berperan amat penting dalam kehidupan hewan ternak. Yaitu : mineral mempermudah proses pencernaan dan penyerapan zat makanan, pada anak hewan yang sedang tumbuh atau yang sudah dewasa, mineral diperlukan untuk memperbarui sel-sel yang mati. Selain itu, janin hanya dapat tumbuhdengan baik bila tersedia mineral dalam jumlah yang cukup.
Beberapa jenis mineral penting yang diperlukan tubuh ialah : natrium, khlor, kalsium, fosfor, sulfur, kalium, magnesium, tembaga, seng, selenium. Pada umumnya unsure tersebut banyak terdapat dalam pakan. Namun mineral tertentu seperti garam dapur (NaCl), calsium (Ca) dan fosfor, sering masih perlu ditambahkan dalam ransum.
Mineral fosfor banyak ditemukan pada padi-padian, sedangkan makanan kasar lainnya banyak mengandung Ca. Tanda bahwa ternak sapi kekurangan mineral ialah : sapi suka makan tanah. Kekurangan mineral dapat menimbulkan penyakit tulang atau fertilitasnya (kesuburan) ternak menjadi rendah. Pada sapi, sumber mineral utama ada;ah hijauan, dan pakan tambahan berupa mineral (feed supplement-mineral)

e. Vitamin
Dalam tubuh, vitamin berfungsi untuk mempertahankan kekuatan tubuh dan memprimakan kesehatan dalam berproduksi.
Kebutuhan ternak akan vitamin sering tidak menjadi perhatian peternak karena unsure tersebut biasanya tersedia dalam jumlah yang cukup dalam pakan. Selain itu, hewan memamah biak seperti sapi dapat membentuk vitamin tertentu dalam ususnya, terutama vitamin B kompleks. Akan tetapi, pada musim kemarau yang panjang, bahan pakan sapimengandung vitamin A dengan kadar yang tidak cukup. Oleh karena itu, bagi ternak sapi yang dipelihara secara intensif, atau yang ruang geraknya dibatasi, ransumnya perlu ditambahkan vitamin A.
Jika kadar vitamin A dalam tubuh berlebihan, maka vitamin tersebut akan disimpan dalam waktu yang lama dalam hati. Pada sapi vitamin A yang disimpan dapat bertahan sampai enam bulan, dan kambing selama tiga bulan. Bagain hijauan tanaman yang sedang tumbuh, atau pada bagian pucuknya banyak mengandung karoten, yang dalam tubuh hewn dapat diubah menjadi vitamin A.
Sementara vitamin A dapat dibentuk dari karoten, vitamin B dapat dibentuk sepenuhnya di dalam tubuh hewan, sedangkan vitamin C dapat dibentuk sendiri oleh semua jenis hewan yang telah dewasa, dan vitamin D dibentuk oleh tubuh hewan dari provitamin D dengan bantuan sinar matahari.
Sumber utama vitamin tubuh pada sapi adalah hijauan.. Akan tetapi, beberapa factor seperti jenis tanah, iklim dan waktu dan cara penyimpanan hijauan, dapat berpengaruh terhadap kandungan vitamin dalam hijauan itu
f. Air
Air berfungsi mengatur suhu tubuh, membantu proses pencernaan, mengelauarkan bahan yang tidak berguna dari dalam tubuh seperti keringat, air seni, dan kotoran (80% air), melumasi persendian, dan membantu pengpenglihatan.
Air merupakan unsure terbesar dalam tubuh hewan karena lebih dari 50% komposisi tubuh terdiri atas air. Kebanyakan jaringan dalam tubuh hewan mengandung 70-90% air. Hewan yang kekurangan air biasanya lebih cepat mati daripada yang kekurangan makanan yang sekali gus membuktikan bahwa air mempunyai fungsi yang sangat penting bagi ternak. Oleh karena itu, para peternak harus sungguh-sungguh memperhatikan kebuituhan ternaknya akan air.
Kebutuhan ternak akan air minum sangat beragam di antara ternak yang satu dengan yang lainnya. Keragaman ini dipengaruhi olah berbagai faktor, seperti : jenis sapi, umur, suhu lingkungan, jenis bahan makanan, dan volume makan yang masuk dalam tubuh, serta aktifitas sapi yang bersangkutan. Pada sapi muda. I yang sedang bekerja, sapi yang berada pada lingkungan suhu yang tinggi, dan sapi yang diberi pakan jerami dalam jumlah yang besar, kebutuhan akan air minum lebih tinggi jika dibandingkan dengan sapi pada keadaaan normal.
Kebutuhan tubuh sapi akan air dapat dipengaruhi dari air minum, air dalam bahan makanan, dan air metabolic yang berasal dari glukosa, lemak dan protein. Sebagai pedoman bagi penyediaan air minumadalah : sapi dewasa yang bekerja memerlukan air sekitar 35 liter air dalam sehari, sedangkan sapi yang tidak bekerja memerlukan air sekitar 25 liter.
Bahan Pakan Sapi
Sapi bali yang dilahan persawaan dalam kehidupannya lebih banyak memakan rumput dibandingkan semak dan pohon, sedangkan yang dipelihara di lahan kering, secara persentase lebih banyak memakan semak dan pohon. Sapi bali pejantan jika dibandingkan dengan yang betina, lebih banyak memakan rumput. Begitu pula pada musim hujan sapi bali lebih banyak makan rumput, sedangkan semak dan pohon konsumsinya meningkat pada musim kemarau. Secara umum apabila dilihat komposisi pakan sapi Bali, terdiri atas rumput (78%), leguminosa (3%), semak dan pohon (15%), jerami (2%), batang pisang (1%) dan lainnya (1%).
Tabel 2.1. Komposisi Bahan (%) Pakan Sapi Bali di Bali
No Jenis Pakan Musim Pemantaatan Lahan Klasifikasi Sapi
Hu
jan Kema
rau Sa
wah Tegalan Ke
bun Pe
det Ke
biri In
duk Pejan
tan
1 Rumput 79 49 85 70 80 78 78 72 80
2 Leguminosa 2 1 0 2 0 2 0 0 0
3 Semak dan Pohon 14 32 6 23 15 11 17 20 9
4 Jerami 2 6 3 1 1 5 2 2 3
5 Batang Pisang 1 9 2 2 1 0 1 2 3
6 Lainnya 2 3 4 2 2 4 2 4 5
Sumber : Nitis, 2001
Pakan untuk sapi Bali yang dikandangkan mesti selalu terseia sepanjang hari. Pakan itu akan lebih diminati sapi bila sebelumnya telah dilayukan, karena pakan yang memiliki aroma yang membuat selera makan sapi turun telah menguap. Untuk itu pakan mesti dikumpulkan sehari sebelumnya (sore) untuk diberikan keesokan harinya. Untuk mengurangi pakan yang tercemar akibat ulah sapi yang kerap memilih pakan, sebaiknya diberikan dua kali, pada pagi dan sore hari. Kebiasaan memberikan pakan dua kali ini akan membuat peternak lebih sering bertemu dengan sapinya, karena bila terjadi perubahan prilaku ternak akibat sakit, birahi atau beranak peternak akan segera mengetahiu. Dalam pemilihan pakan ternak sapi, selain zat yang terkabdung di dalammnya, perlu juga dipartimbangkan sifat biologi bahan pakan yang akan diberikan seperti : tekstur, palatibilitas (enak tidaknya) dan daya cernanya. Sebagai contoh jagung giling yang kasar relative lebih sukar dicerna oleh sapi jika dibandinghkan dengan jagung giling yang lebih halus. Bahan pakan yang rusak, tengik ataupun kurang enak tentu akan disisihkan oleh sapi atau terbuang percuma karena sapi tidak mau makan bahan pakan yang telah rusak. Demikain pula bahan pakan kasar seperti jerami akan sulit dicerna oleh sapi sebab zat makanan dalam jerami tertutup oleh dinding sel yang sukar dicerna oleh sapi. Bahan pakan yang sukar dicerna sebaiknya diberi perlakuan khusus sebelum diberikan kepada sapi.

Bahan Pakan Hijauan.
Sapi Bali dapat diberikan pakan dalam tiga jenis yaitu : pakan hijauan, pakan konsentrat (penguat), dan pakan tambahan. Bahan hijauan dapat diberikan pada sapi Bali dalam bentuk segar dan kering atau dikeringkan. Bahan pakan hijauan juga dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu rerumputan dan jenis daun-daunan. Pakan jenis jenis rerumputan dapat berupa rumput lapangan (lokal) dan rumput unggul seperti rumput gajah, rumput setaris, rumput benggala dan lain sebagainya. Rerumputan umumnya mengandung banyak karbohidrat tinggi, tetapi mengandung sedikit protein.
Pakan jenis dedaunan dapat berasal dari kacang-kacangan (leguminosa) dan nonleguminosa, Pakan jenis dedaunan yang yang berasal dari leguminosa umumnya lebih disukai olah sapid an juga memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan pakan yang berasal dari nonleguminosa maupun dari rerumputan. Dedaunan yang sering diberikan pada sapi Bali antara lain daun dadap, daun gamal, daun kayu santen, daun kaliandra, daun belalu/albezia, daun lantoro, daun turi, daun bunut, daun waru, daun nangka dan lain-lainnya.
Jumlah pakan hijauan segar yang diberikan pada sapi, baik baik berupa rerumputan maupun dedaunan, tergantung dari bobot sapi. Sapi bali dengan bobot 300 kg biasanya diberikan pakan hijauan dalam bentuk segar sebanyak 30 kg/hari atau 10% daribobot badannya. Hijauan segar sebaiknya berasal dari berbagai jenis hijauan, sehingga kebutuhan sapi akan zat makanan dapat terpenuhi. Sebagai contoh sapi Bali dengan berat 250 kg yang diberikan hijauan dengan komposisi 70% rumput gajah dan 30% daun gamal kebutuhan akan protein, kalori dan energi metaboliknya dapat terpenuhi sehingga sapi dapat tumbuh dengan baik.
Pakan hijauan kering atau dikeringkan dapat berupa jerami dan dedaunan yang dikeringkan. Jerami ialah hasil ikutan pertanian seperti padi, kacang tanah, kedelai, dan jagung yang berupa batang, daun dan ranting. Sedangkan hijauan kering adalah hijauan jenis rerumputan yang sengaja ditanam dan dipanen saat menjelang berbunga dan langsung dikeringkan.

Bahan Pakan Konsentrat (Penguat) Sapi Bali
Sebagai ternak perintis, sapi Bali mampu beradaptasi dengan berbagai jenis pakan kasar yang bergizi rendah, seperti jerami padi dan rumput kering. Meskipun tidak mencapai maksimal, sapi Bali dapat tumbuh dengan baik jika sapi ini hanya diberi rerumputan dan dedaunan terutama pada musim hujan ketika hijauan tersedia dalam jumlah yang berlimpah. Keadaan ini secara ekonomis sangat menguntungkan peternak.
Untuk mencapai pertumbuhan yang lebih baik, sapi Bali perlu diberi pakan penguat terutama pada musim kemarau ketika persediaan hijauan berkurang, dan nilai gizi hijauan menjadi sangat rendah. Dengan pemberian pakan kosentrat, nilai gizi pakan dapat diperbaiki. Pemberian konsentrat pada saat persediaan hijauan berlimpah, yaitu pada musim hujan dapat mempercepat pertumbuhan sapi Bali dengan tambhan bobot badan selama fase penggemukan bias mencapai 600-800 kg/ekor/hari.
Kosentrat atau pakan penguat merupakan jenis pakan bergizi tinggi dengan kandungan serat kasar yang relative rendah, sehingga lebih mudah dicerna dibandingkan hijauan. Pada sapi Bali, pakan kosentrat biasanya berupa dedak padi, bungkil kelapa, bungkil kacang tanah, gaplek (ketela pohon) dan sebagainya. Harga bahan pakan kesentrat relative lebih mahal dibandingkan harga bahan hijauan. Pada saat hijauan tersedia dalam jumlah yang berlimpah, pemberian kosentrat perlu dipertimbangkan secara ekonomis, karena pemberian kosentrat yang terlalu tinggi secara ekonimi sering tidak menguntungkan.

Bahan Pakan Tambahan.
Walaupun telah diberi pakan berupa hijauan dan/atau kosentrat yang telah mengandung zat makanan yang memenuhi kebutuhannya, sapi Bali masih sering menderita kekurangan vitamin, mineral dan bahkan protein, Keadaan ini dapat mengganggu pertumbuhan atau kesehatan sapi Bali sehingga untuk mengatasinya sapi dapat diberikan pakan tambahan.
Vitamin biasanya diberikan dalam bentuk pakan tambahan/feed supplement berupa minyak ikan yaitu untuk memenuhi kekurangan vitamin A dan Vitamin D.
Kekurangan mineral, khususnya Ca, P dan NaCl pada pakan ternak , dapat dipenuhi dengan pemberian tepung tulang, tepung kapur (CaCO3) dan garam dapur (NaCl).
Kekurangan protein sering terjadi bila sapi Bali hanya diberi pakan berupa jerami atau atau rumput kering yang berkadar protein rendah, maka untuk memenuhinya ke dalam pakan perlu ditambahkan urea. Pemberian urea dapat menguntungkan karena sebagi hewan rumenansia, sapi Bali mampu mengubah sumber nitrogen nonprotein menjadi protein. Selai itu, bahan pakan berprotein tinggi seperti tepung daging, tepung ikan harganya cukup mahal.
Akan tetapi, pemberian urea pada sapi Bali perlu kehati-hatian sebab pemberian urea yang berlebihan dapat menyebabkan keracunan. Sebagai pedoman kadar urea dalam pakan tidak boleh melebihi 1% dari jumlah pakan atau 20 gram per 100 kg bobot badan sapi Bali.

Penyusunan Ransum Sapi Bali
Pemberian pakan pada sapi Bali oleh peternak tradisional biasanya hanya memperhatikan jumlah atau volume pakan tanpa banyak memperhatikan kandungan zat makanan pakan yang diperlukan sapi. Sapi Bali yang dilepas di padang penggembalaan secara selektif dapat memilih jenis pakan yang secara alamiah dapat memenuhi kebutuhan akan zat gizi. Akan tetapi, sapi Bali yang dikandangkan komposissi pakan perlu diatur agar memenuhi nilai gizi yang diperlukan.
Penyusunan ranrum sapi Bali baik untuk penggemukan, pertumbuhan, menyusui dan bunting harus disesuaikan dengan kebutuhan ternak itu akan bahan kering (BK), total Digestible nutrient (TDN), protein kasar (PK), metabolic energy (ME), calsium (Ca) dan phosphor (P). Contoh komposisi bahan pakan seperti Tabel 2.2. Sementara itu, kebutuhan ternak akan bahan kering, dan pakan kasar, ME, Ca dan P tergantung dari jenis kelamin ternak, umur ternak, dan tujuan pemeliharaan dan contoh terlihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2,2, Komposisi Bahan Pakan Ternak
N0. Nama Bahan BK
(%) PK
(%) TDN
(%) ME
(Mcal/kg) Ca
(%) P
(%)

1 Jerami Kacang Tanah 38,1 15,2 63,3 2,37 1,40 0,20
2 Jerami Kedelai 86,0 16,6 56,0 2,03 1,20 0,31
3 Jerami Padi 40,0 4,3 39,5 1,53 - -
4 Daun Lantoro 29,1 23,2 63,1 2,70 2,20 0,31
5 Rumput Benggala 40,0 4,9 45,3 1,61 0,25 0,26
6 Rumput Gajah 15,7 11,4 53,1 1,89 0,70 0,40
7 Rumput Panicum maxsimum 40,0 4,9 45,3 4,61 0,25 0,26
8 Dedak Padi 86,0 14,0 87,6 3,32 0,10 0,80
9 Bungkil Kelapa 86,0 21,6 78,0 2,85 0,16 0,72
Sumber : Tellman, A.D dkk Ilmu Pakan Ternak Dasar

Tabel 2.3. Kebutuhan Nutrisi Sapi Bali
Bobot Sapi
Bali Tambahan
Bobot Makan-an BK Makanan Kasar PK
(%) TDN
(%) ME
Mcak/kg Ca
(%) P
(%)
150 Jantan 0,0
0,7 2,8
3,9 100
55 8,7
12,6 55
70 2,0
2,5 0,18
0,46 0,18
0,36
200 Jantan 0,0
0,7 2,8
5,7 100
75 8,7
10,5 55
64 2,0
2,3 0,18
0,23 0,18
0,28
150 Betina 0,0
0,5 2,8
4,1 100
75 8,7
11,0 55
61 2,0
2,2 0,18
0,34 0,18
0,29
200 Betina 0,0
0,5 3,5
6,0 100
75 8,5
10,2 55
64 2,0
2,3 0,18
0,32 0,18
0,27
300-400 Bunting - 10,5 85 5,9 56 1,9 0,21 0,20
300-400 Menyusui - 10,8 85 10,9 55 2,0 0,24 0,38

Misalnya, jika di kebun tersedia rumput Benggala dan daun lantoro dan saat itu terdapat sapi bunting dengan berat 300 kg. Bila sapi itu diberikan pakan yang terdiri atas 70% rumput benggala dan 30% daun lantoro, maka susunan ransom kita adalah :
Sapi Bali bunting memerlukan pakan dalam bentuk BK sebanyak = 10,5 kg
Perhitungan BK :
Rumput benggala = 70/100 x 10,5 = 7,35 kg
Daun Lantoro = 30/100 x 10,5 = 3,15 kg
Perhitungan Berat Basah
Rumput benggala = 100/40 x 7,35 = 18,375kg
Daun Lantoro = 100/29 x 3,15 = 10,825 kg

Tabel 2.4. Susunan Ransum sapi Bali Bunting Bertat 300 Kg.
No, Nama
Bahan Berat
Bahan (kg) BK
(kg) PK
(kg) TDN
(kg) ME
(Mcal) Ca
(kg) P
(kg)
1 Rumput
Benggala 18,375 7,35 0,36 3,33 11,834 0,0184 0,0191
2 Daun
Lantoro 10,825 3,15 0,73 1,99 8,505 0,0193 0,0098
Total 29,200 10,5 1,09 5,32 20,339 0,0877 0,0289
Yang Diperoleh 10,5 10,40% 50,7% 1,9Mcal/kg 0,83% 0,28%
Standar Gizi 10,5 5,90% 56,0% 1,9Mcal/kg 0,21% 0,30%

Susunan ransom sapi Bali bunting yang beratnya badanya 300 kg dengan komposisi pakan rumput benggala 70% dan daun lantoro 30% telah mendekati standar gizi ternak itu. Kadar protein : 1,09/10,5 x 100% = 10,40 lebih tinggi dari standar 5,9%, demikian juga Ca yang diperoleh : 0,0877/10.5 x 100% = 0,83% lebih tinggi dari yang dibutuhkan yaitu 0,21%. Kadar TDN yag diperoleh : 5.32/10,5 x 100% = 50,7% lebih rendah dari yang dibutuhkan yaitu 56%, tetapi ME yang diperoleh : 20,339/10,5 = 1,9 Mcal.kg tepat sama dengan yang dibutuhkan yaitu 1,9 Mcal/kg.
Untuk memperbaiki susunan ransom di atas, yang perlu dilakukan adalah menurunkan PK dan Ca, dan meningkatkan TDN dengan pemberian pakan kosentrat. Dalam hal ini, kadar PK lantoro cukup tinggi yaitu 23,2% (Tabel 2.2), sehingga porsi daun lantoro diturunkan menjadi 15%. Jika 15% daun lantoro diganti dengan dedak padi dan bungkil kelapa, maka bahan kasar pakan menjadi 85%
TDN yang diperlukan dari dedak padi dan bungkil kelapa = 15/100 x 10,5 = 1,575
Jadi :
BK rumput benggala = 7,35 kg
BK daun lantoro = 3,15 – 1.575 = 1,575 kg
TDN rumput benggala = 3,33 kg
TND daun lantoro = 53,1/100 x 1,575 = 0,994 kg
Kekurangan TDN = (56/100 x 10,5 –(3.33 + 0,994)
= 5,88 – 4,324 = 1,556 kg
Persentase kekurangan = 1,556/1.575 x 100% = 98,79%


TDN dedak padi 87,6%

20,79%

TDN bungkil kelapa 78,0% 11,19%
Total 31,98%


BK dedak padi = 20.79/31.98 x 1.575 = 1,024 kg
BK bungkil kelapa = 11,19/31,98 x 1,575 = 0,551 kg
Jadi dibutuhkan :
Dedak padi = 100/80 x 1,024 = 1,191 kg
Bungkil kelapa = 100/80 x 0,551 = 0,641 kg

Tabel 2.5. Susunan Ransum Sapi Bali Bunting dengan Empat Bahan Baku Pakan
No, Nama
Bahan Berat
Bahan (kg) BK
(kg) PK
(kg) TDN
(kg) ME
(Mcal) Ca
(kg) P
(kg)
1 Rumput
Benggala 18,375 7,350 0,36 3,33 11,834 0,0184 0,0191
2 Daun
Lantoro 5,412 1,575 0,365 0,994 4,325 0,00346 0,005
3 Dedak Padi 1,191 1,024 0,143 0,897 3,3997 0,0010 0,008
4 Bungkil Kelapa 0,641 0,551 0,119 0,430 1,570 0,055 0,004
Total 25,619 10,5 0,987 5,651 21,055 0,055 0,0361
Yang Diperoleh 10,5 9,4% 53,8% 2,0Mcal/kg 0,52% 0,34%
Standar Gizi 10,5 5,90% 56,0% 1,9Mcal/kg 0,21% 0,30%

Berdasarkan pakan baku yang tersedia baik itu berupa hijauan maupun kesentrat dalam memberikan pakan ternak sapi Bali kita harus susun ransom sedemikian rupa, sehingga terpenuhinya standar gizi yang diperlukan oleh ternak tersebut. Pemilihan pakan ternak disamping berdasarkan harga pakan atau kemudahan mendapatkan pakan tersebut, maka sangat perlu diperhatikan nilai gizi dari pakan tersebut.
Pemilihan pakan sapi Bali di musim kemarau perlu mendapat perhatian khusus, karena pada saat musim kemarau pakan ternak sapi sering habis persediaannya, sehingga peternak harus membeli bahan pakan ternak dari daerah lain, baik itu brupa hijauan segar maupun jerami. Sebagai contoh bila tersedia 2 jenis jerami di pasaran yaitu jerami kacang kedelai dan jerami padi, sebaiknya dipilih jerami kacang kedelai, karena jerami kacang kedelai nilai gizinya mendekati 2 kali lipat dibandingkan jerami padi.

Daftar Pustaka

Abidin, Z 2002. Pengembangan sapi potong. Agro Media Pustaka Jakarta

Bandani, Y 2001. Sapi Bali Cetakan III. Penerbit Swadaya Jakarta

Gunawan, D Pamungkas dan L. Affandhy. 1998. Sapi Bali, Potensi, Produktifitas, dan
Nilai Ekonomi. Kanisius Yogyakarta.

Lana, K. 2001. Makana dan Penampilan Ternak STS Dalam Peningkatan Produktifitas
Peternakan dan Kelestarian Lingkungan Pertanian Lahan Kering dengan Sistem
Tiga Strata. Penerbit UPT Penerbit Universitas Udayana Denpasar

Murtidjo, B.A. 1990. Bewternak sapi Potong . Penerbit Kanisius Yogyakarta

Nitis, IM,, K Lana. W Suarna, W Sukanten, S Putra, W Arga, N.K Nuraini, dan
I.B sutrisna. 1998. Petunjuk Praktis Tata Laksana Sistem Tiga Strata. Edisi 4.
LPM Unud. Denpasar.